Pengertian Perlindungan Konsumen
Perlindungan konsumen adalah segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum untuk memberikan perlindungan kepada konsumen. Pengertian konsumen sendiri adalah orang yang mengkonsumsi barang atau jasa yang tersedia dimasyarakat baik untuk digunakan sendiri ataupun oranglain dan tidak untuk diperdagangkan. Sesuai dengan pasal 3 Undang-undang Perlindungan Konsumen bertujuan untuk, yaitu :
– Meningkatkan kesadaran, kemampuan dan kemandirian konsumen untuk melindungi diri
– Mengangakat derajat dan martabat konsumen dengan cara menghindarkan pemakaian barang atau jas
yang negatif
– Meningkatkan pemberdayaan konsumen dalam memilih, menentukan barang atau jasa dan menuntu
hak-haknya sebagai konsumen
– Menciptakan sistem perlindungan yang mengandung unsur kepastian hukum dan keterbukaan informasi
– Menumbuhkan kesadaran pelaku usaha mengenai pentingnya perlindungan ini sehingga tumbuh sikap yang
jujur dan bertanggung jawab dalam berusaha
Meningkatkan barang atau jasa yang menjamin kelangsungan usaha produksi barang dan jasa, kesehatan, kenyamanan, keamanan dan keselamatan konsumen.
– Meningkatkan kesadaran, kemampuan dan kemandirian konsumen untuk melindungi diri
– Mengangakat derajat dan martabat konsumen dengan cara menghindarkan pemakaian barang atau jas
yang negatif
– Meningkatkan pemberdayaan konsumen dalam memilih, menentukan barang atau jasa dan menuntu
hak-haknya sebagai konsumen
– Menciptakan sistem perlindungan yang mengandung unsur kepastian hukum dan keterbukaan informasi
– Menumbuhkan kesadaran pelaku usaha mengenai pentingnya perlindungan ini sehingga tumbuh sikap yang
jujur dan bertanggung jawab dalam berusaha
Meningkatkan barang atau jasa yang menjamin kelangsungan usaha produksi barang dan jasa, kesehatan, kenyamanan, keamanan dan keselamatan konsumen.
12.1. Pengertian Konsumen
Perlindungan konsumen adalah perangkat hukum yang diciptakan untuk melindungi dan terpenuhinya hak konsumen. Sebagai contoh, para penjual diwajibkan menunjukkan tanda harga sebagai tanda pemberitahuan kepada konsumen.
12.2. Azas dan Tujuan
Asas perlindungan konsumen diselenggarakan sebagai usaha bersama berdasarkan lima asas, yaitu:
a. Asas Manfaat
Adalah segala upaya dalam menyelenggarakan perlindungan konsumen harus memberikan manfaat sebesar-besarnya bagi kepentingan konsumen dan pelaku usaha secara keseluruhan.
b. Asas Keadilan
Adalah memberikan kesempatan kepada konsumen dan pelaku usaha untuk memperoleh haknya dan melaksanakan kewajibannya secara adil.
c. Asas Keseimbangan
Adalah memberikan keseimbangan antara kepentingan konsumen, pelaku usaha, dan pemerintah dalam arti materiil maupun spiritual.
d. Asas Keamanan dan Keselamatan Konsumen
Adalah untuk memberikan jaminan atas keamanan dan keselamatan pada konsumen dalam penggunaan, pemakaian, dan pemanfaatan barang dan atau jasa yang dikonsumsi atau digunakan.
e. Asas Kepastian Hukum
Adalah baik pelaku maupun konsumen mentaati hukum dan memperoleh keadilan dalam penyelenggaraan perlindungan konsumen serta Negara menjamin kepastian hukum.
Perlindungan konsumen adalah perangkat hukum yang diciptakan untuk melindungi dan terpenuhinya hak konsumen. Sebagai contoh, para penjual diwajibkan menunjukkan tanda harga sebagai tanda pemberitahuan kepada konsumen.
12.2. Azas dan Tujuan
Asas perlindungan konsumen diselenggarakan sebagai usaha bersama berdasarkan lima asas, yaitu:
a. Asas Manfaat
Adalah segala upaya dalam menyelenggarakan perlindungan konsumen harus memberikan manfaat sebesar-besarnya bagi kepentingan konsumen dan pelaku usaha secara keseluruhan.
b. Asas Keadilan
Adalah memberikan kesempatan kepada konsumen dan pelaku usaha untuk memperoleh haknya dan melaksanakan kewajibannya secara adil.
c. Asas Keseimbangan
Adalah memberikan keseimbangan antara kepentingan konsumen, pelaku usaha, dan pemerintah dalam arti materiil maupun spiritual.
d. Asas Keamanan dan Keselamatan Konsumen
Adalah untuk memberikan jaminan atas keamanan dan keselamatan pada konsumen dalam penggunaan, pemakaian, dan pemanfaatan barang dan atau jasa yang dikonsumsi atau digunakan.
e. Asas Kepastian Hukum
Adalah baik pelaku maupun konsumen mentaati hukum dan memperoleh keadilan dalam penyelenggaraan perlindungan konsumen serta Negara menjamin kepastian hukum.
Tujuan Perlindungan Konsumen
Menurut pasal 3 tentang Perlindungan Konsumen, bertujuan:
a. Meningkatkan kesadaran, kemampuan dan kemandirian konsumen untuk melindungi diri.
b. Mengangkat harkat dan martabat konsumen dengan cara menghindarkannya dari ekses negatif pemakaian barang dan atau jasa.
c. Meningkatkan pemberdayaan konsumen dalam memilih, menentukan, dan menuntut hak-haknya sebagai konsumen.
d. Menciptakan sistem perlindungan konsumen yang mengandung unsur kepastian hukum dan keterbukaan informasi serta akses untuk mendapatkan informasi.
e. Menumbuhkan kesadaran pelaku usaha mengenai pentingnya perlindungan konsumen sehingga tumbuh sikap yang jujur dan bertanggung jawab dalam berusaha.
f. Meningkatkan kualitas barang dan atau jasa yang menjamin kelangsungan usaha produksi barang dan atau jasa, kesehatan, kenyamanan, keamanan, dan keselamatan konsumen.
Menurut pasal 3 tentang Perlindungan Konsumen, bertujuan:
a. Meningkatkan kesadaran, kemampuan dan kemandirian konsumen untuk melindungi diri.
b. Mengangkat harkat dan martabat konsumen dengan cara menghindarkannya dari ekses negatif pemakaian barang dan atau jasa.
c. Meningkatkan pemberdayaan konsumen dalam memilih, menentukan, dan menuntut hak-haknya sebagai konsumen.
d. Menciptakan sistem perlindungan konsumen yang mengandung unsur kepastian hukum dan keterbukaan informasi serta akses untuk mendapatkan informasi.
e. Menumbuhkan kesadaran pelaku usaha mengenai pentingnya perlindungan konsumen sehingga tumbuh sikap yang jujur dan bertanggung jawab dalam berusaha.
f. Meningkatkan kualitas barang dan atau jasa yang menjamin kelangsungan usaha produksi barang dan atau jasa, kesehatan, kenyamanan, keamanan, dan keselamatan konsumen.
UU Perlindungan Konsumen Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen Republik Indonesia menjelaskan bahwa hak konsumen diantaranya adalah hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan atau jasa; hak untuk memilih barang dan atau jasa serta mendapatkan barang dan atau jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan; hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif; hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan atau penggantian, apabila barang atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya; dan sebagainya.
12.3. Hak Dan Kewajiban Konsumen
Berdasarkan pasal 4 dan 5 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999, hak dan kewajiban konsumen antara lain sebagai berikut:
a. Hak Konsumen
1. Hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan atau jasa.
2. Hak untuk memilih barang atau jasa serta mendapatkan barang atau jasa.
3. Hak atas informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai barang dan jasa.
4. Hak untuk di dengar pendapat dan keluhannya atas barang dan jasa yang digunakan.
5. Hak untuk mendapatkan advokasi perlindungan konsumen dan upaya penyelesaian sengketa perlindungan secara patut.
6. Hak untuk mendapatkan pembinaan dan pendidikan konsumen.
7. Hak untuk diperlakukan secara benar dan jujur.
8. Hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi atau penggantian apabila barang atau jasa yang diterima tidak sesuai.
9. Hak-hak yang diatur dalam peraturan perundang-undangan lainnya.
b. Kewajiban Konsumen
1. Membaca, mengikuti petunjuk informasi dan prosedur pemakaian.
2. Beritikad baik dalam melakukan transaksi pembelian barang atau jasa.
3. Membayar sesuai dengan nilai tukar yang disepakati.
4. Mengikuti upaya penyesuaian hukum sengketa perlindungan konsumen secara patut.
12.4. Hak Dan Kewajiban Perilaku Usaha
Seperti halnya konsumen, pelaku usaha juga memiliki hak dan kewajiban. Hak pelaku usaha sebagaimana diatur dalam Pasal 6 UUPK adalah:
a. Hak untuk menerima pembayaran yang sesuai dengan kesepakatan mengenai kondisi dan nilai tukar barang dan atau jasa yang diperdagangkan.
b. Hak untuk mendapat perlindungan hukum dari tindakan konsumen yang beritikad tidak baik.
c. Hak untuk melakukan pembelaan diri sepatutnya di dalam penyelesaian hukum sengketa konsumen.
d. Hak untuk rehabilitasi nama baik apabila terbukti secara hukum bahwa kerugian konsumen tidak diakibatkan oleh barang dan atau jasa yang diperdagangkan.
e. Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya.
12.3. Hak Dan Kewajiban Konsumen
Berdasarkan pasal 4 dan 5 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999, hak dan kewajiban konsumen antara lain sebagai berikut:
a. Hak Konsumen
1. Hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan atau jasa.
2. Hak untuk memilih barang atau jasa serta mendapatkan barang atau jasa.
3. Hak atas informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai barang dan jasa.
4. Hak untuk di dengar pendapat dan keluhannya atas barang dan jasa yang digunakan.
5. Hak untuk mendapatkan advokasi perlindungan konsumen dan upaya penyelesaian sengketa perlindungan secara patut.
6. Hak untuk mendapatkan pembinaan dan pendidikan konsumen.
7. Hak untuk diperlakukan secara benar dan jujur.
8. Hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi atau penggantian apabila barang atau jasa yang diterima tidak sesuai.
9. Hak-hak yang diatur dalam peraturan perundang-undangan lainnya.
b. Kewajiban Konsumen
1. Membaca, mengikuti petunjuk informasi dan prosedur pemakaian.
2. Beritikad baik dalam melakukan transaksi pembelian barang atau jasa.
3. Membayar sesuai dengan nilai tukar yang disepakati.
4. Mengikuti upaya penyesuaian hukum sengketa perlindungan konsumen secara patut.
12.4. Hak Dan Kewajiban Perilaku Usaha
Seperti halnya konsumen, pelaku usaha juga memiliki hak dan kewajiban. Hak pelaku usaha sebagaimana diatur dalam Pasal 6 UUPK adalah:
a. Hak untuk menerima pembayaran yang sesuai dengan kesepakatan mengenai kondisi dan nilai tukar barang dan atau jasa yang diperdagangkan.
b. Hak untuk mendapat perlindungan hukum dari tindakan konsumen yang beritikad tidak baik.
c. Hak untuk melakukan pembelaan diri sepatutnya di dalam penyelesaian hukum sengketa konsumen.
d. Hak untuk rehabilitasi nama baik apabila terbukti secara hukum bahwa kerugian konsumen tidak diakibatkan oleh barang dan atau jasa yang diperdagangkan.
e. Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya.
Bila diperhatikan dengan seksama, tampak bahwa hak dan kewajiban pelaku usaha bertimbal balik dengan hak dan kewajiban konsumen. Ini berarti hak bagi konsumen adalah kewajiban yang harus dipenuhi oleh pelaku usaha. Demikian pula dengan kewajiban konsumen merupkan hak yang akan diterima pelaku usaha. Bila dibandingkan dengan ketentuan umum di Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, tampak bahwa pengaturan UUPK lebih spesifik. Karena di UUPK pelaku usaha selain harus melakukan kegiatan usaha dengan itikad baik, ia juga harus mampu menciptakan iklim usaha yang kondusif, tanpa persaingan yang curang antar pelaku usaha.
Kewajiban-kewajiban pelaku usaha juga sangat erat kaitannya dengan larangan dan tanggung jawab pelaku usaha.
12.5. Perbuatan Yang Dilarang Bagi Pelaku Usaha
Adapun perbuatan yang dilarang bagi pelaku usaha, yaitu:
1. Pelaku usaha dilarang memperdagangkan barang dan atau jasa yang:
a. Tidak sesuai dengan:
§ Standar yang dipersyaratkan;
§ Peraturan yang berlaku;
§ Ukuran, takaran, timbangan dan jumlah yang sebenarnya.
b. Tidak sesuai dengan pernyataan dalam label, etiket dan keterangan lain mengenai barang dan atau jasa yang menyangkut:
§ Berat bersih;
§ Isi bersih dan jumlah dalam hitungan;
§ Kondisi, jaminan, keistimewaan atau kemanjuran;
§ Mutu, tingkatan, komposisi;
§ Proses pengolahan;
§ Gaya, mode atau penggunaan tertentu;
§ Janji yang diberikan.
c. Tidak mencantumkan:
§ Tanggal kadaluarsa atau jangka waktu penggunaan atau pemanfaatan paling baik atas barang tertentu;
§ Informasi dan petunjuk penggunaan dalam bahasa Indonesia sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
d. Tidak mengikuti ketentuan berproduksi secara halal sebagaimana pernyataan “halal” yang dicantumkan dalam label.
e. Tidak memasang label atau membuat penjelasan yang memuat:
§ Nama barang;
§ Ukuran, berat atau isi bersih, komposisi;
§ Tanggal pembuatan;
§ Aturan pakai;
§ Akibat sampingan;
§ Nama dan alamat pelaku usaha;
§ Keterangan penggunaan lain yang menurut ketentuan harus dipasang atau dibuat.
f. Rusak, cacat atau bekas dan tercemar (terutama sediaan Farmasi dan Pangan), tanpa memberikan informasi secara lengkap dan benar.
2. Dilarang menawarkan, mempromosikan, mengiklankan barang dan atau jasa:
a. Secara tidak benar dan atau seolah-olah barang tersebut:
§ Telah memenuhi standar mutu tertentu, potongan harga atau harga khusus, gaya atau mode tertentu, sejarah atau guna tertentu.
§ Dalam keadaan baik atau baru, tidak mengandung cacat, berasal dari daerah tertentu, merupakan kelengkapan dari barang tertentu.
b. Secara tidak benar dan seolah-olah barang dan atau jasa tersebut:
§ Telah mendapatkan atau memiliki sponsor, persetujuan, perlengkapan tertentu, keuntungan tertentu, ciri-ciri kerja atau aksesoris tertentu.
§ Dibuat perusahaan yang mempunyai sponsor, persetujuan atau afiliasi.
§ Telah tersedia bagi konsumen.
c. Langsung atau tidak langsung merendahkan barang dan atau jasa lain.
d. Menggunakan kata-kata berlebihan, secara aman, tidak berbahaya, tidak mengandung resiko atau efek samping tanpa keterangan lengkap.
e. Menawarkan sesuatu yang mengandung janji yang belum pasti.
f. Dengan harga atau tarif khusus dalam waktu dan jumlah tertentu, jika bermaksud tidak melaksanakan.
g. Dengan menjanjikan hadiah cuma-cuma, dengan maksud tidak memberikannya atau memberikan tetapi tidak sesuai dengan janji.
h. Dengan menjanjikan hadiah barang dan atau jasa lain, untuk obat-obat tradisional, suplemen makanan, alat kesehatan dan jasa pelayanan kesehatan.
3. Dalam menawarkan barang dan atau jasa untuk diperdagangkan dilarang mempromosikan, mengiklankan atau membuat pernyataan tidak benar atau menyesatkan mengenai:
a. Harga atau tarif dan potongan harga atau hadiah menarik yang ditawarkan.
b. Kondisi, tanggungan, jaminan, hak atau ganti rugi atas barang dan atau jasa.
c. Kegunaan dan bahaya penggunaan barang dan atau jasa.
4. Dalam menawarkan barang dan atau jasa untuk diperdagangkan dengan memberikan hadiah dengan cara undian dilarang:
a. Tidak melakukan penarikan hadiah setelah batas waktu dijanjikan.
b. Mengumumkan hasilnya tidak melalui media massa.
c. Memberikan hadiah tidak sesuai janji dan atau menggantikannya dengan hadiah yang tidak setara dengan nilai hadiah yang dijanjikan.
5. Dalam menawarkan barang dan atau jasa, dilarang melakukan cara pemaksaan atau cara lain yang dapat menimbulkan gangguan kepada konsumen baik secara fisik maupun psikis.
6. Dalam hal penjualan melalui obral atau lelang, dilarang menyesatkan dan mengelabui konsumen dengan:
a. Menyatakan barang dan atau jasa tersebut seolah-olah memenuhi standar mutu tertentu dan tidak mengandung cacat tersembunyi.
b. Tidak berniat menjual barang yang ditawarkan, melainkan untuk menjual barang lain.
c. Tidak menyediakan barang dan atau jasa dalam jumlah tertentu atau cukup dengan maksud menjual barang lain.
d. Menaikan harga sebelum melakukan obral.
12.6. Klausula Baku Dalam Perjanjian
Klausula baku adalah setiap syarat dan ketentuan yang telah disiapkan dan ditetapkan terlebih dahulu secara sepihak oleh pengusaha yang dituangkan dalam suatu dokumen atau perjanjian yang mengikat dan wajib dipenuhi oleh konsumen. Memang klausula baku potensial merugikan konsumen karena tak memiliki pilihan selain menerimanya. Namun di sisi lain, harus diakui pula klausula baku sangat membantu kelancaran perdagangan. Sulit membayangkan jika dalam banyak perjanjian atau kontrak sehari-hari kita selalu harus menegosiasikan syarat dan ketentuannya. Di dalam Pasal 18 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999, pelaku usaha dalam menawarkan barang dan atau jasa yang ditujukan untuk diperdagangkan dilarang membuat atau mencantumkan klausula baku pada setiap dokumen dan atau perjanjian, antara lain:
1. Menyatakan pengalihan tanggung jawab pelaku usaha;
2. Menyatakan bahwa pelaku usaha berhak menolak penyerahan kembali barang yang dibeli konsumen;
3. Menyatakan bahwa pelaku usaha berhak menolak penyerahan kembali uang yang dibayarkan atas barang dan atau jasa yang dibeli konsumen;
4. Menyatakan pemberian kuasa dari konsumen kepada pelaku usaha baik secara langsung maupun tidak langsung untuk melakukan segala tindakan sepihak yang berkaitan dengan barang yang dibeli konsumen secara angsuran;
5. Mengatur perihal pembuktian atas hilangnya kegunaan barang atau pemanfaatan jasa yang dibeli oleh konsumen;
6. Memberi hak kepada pelaku usaha untuk mengurangi manfaat jasa atau mengurangi harta kekayaan konsumen yang menjadi objek jual beli jasa;
7. Menyatakan tunduknya konsumen kepada peraturan yang berupa aturan baru, tambahan, lanjutan dan atau pengubahan lanjutan yang dibuat sepihak oleh pelaku usaha dalam masa konsumen memanfaatkan jasa yang dibelinya;
8. Menyatakan bahwa konsumen memberi kuasa kepada pelaku usaha untuk pembebanan hak tanggungan, hak gadai, atau hak jaminan terhadap barang yang dibeli oleh konsumen secara angsuran.
Pelaku usaha dilarang mencantumkan klausula baku yang letak atau bentuknya sulit terlihat atau tidak dapat dibaca secara jelas atau yang pengungkapannya sulit dimengerti sebagai konsekuensinya setiap klausula baku yang telah ditetapkan oleh pelaku usaha dalam dokumen atau perjanjian yang memenuhi ketentuan sebagaimana diatas telah dinyatakan batal demi hukum. Oleh karena itu, pelaku usaha diwajibkan untuk menyesuaikan klausula baku yang dibuatnya yang bertentangan dengan undang-undang.
12.7. Tanggung Jawab Pelaku Usaha
Hukum tentang tanggung jawab produk ini termasuk dalam perbuatan melanggar hukum tetapi diimbuhi dengan tanggung jawab mutlak (strict liability), tanpa melihat apakah ada unsur kesalahan pada pihak pelaku. Dalam kondisi demikian terlihat bahwa adagium caveat emptor (konsumen bertanggung jawab telah ditinggalkan) dan kini berlaku caveat venditor (pelaku usaha bertanggung jawab).Istilah Product Liability (Tanggung Jawab Produk) baru dikenal sekitar 60 tahun yang lalu dalam perasuransian Amerika Serikat, sehubungan dengan dimulainya produksi bahan makanan secara besar-besaran. Baik kalangan produsen (Producer and manufacture) maupun penjual (seller, distributor) mengasuransikan barang-barangnya terhadap kemungkinan adanya resiko akibat produk-produk yang cacat atau menimbulkan kerugian terhadap konsumen.
Produk secara umum diartikan sebagai barang yang secara nyata dapat dilihat, dipegang (tangible goods), baik yang bergerak maupun yang tidak bergerak. Namun dalam kaitan dengan masalah tanggung jawab produser (Product Liability) produk bukan hanya tangible goods tapi juga termasuk yang bersifat intangible seperti listrik, produk alami (misalnya makanan binatang piaraan dengan jenis binatang lain), tulisan (misalnya peta penerbangan yang diproduksi secara massal), atau perlengkapan tetap pada rumah real estate (misalnya rumah). [1] selanjutnya, termasuk dalam pengertian produk tersebut tidak semata-mata suatu produk yang sudah jadi secara keseluruhan, tapi juga termasuk komponen suku cadang.
Tanggung jawab produk (product liability), menurut Hursh bahwa product liability is the liability of manufacturer, processor or non-manufacturing seller for injury to the person or property of a buyer third party, caused by product which has been sold. Perkins Coie juga menyatakan Product Liability: the liability of the manufacturer or others in the chain of distribution of a product to a person injured by the use of product. [2]
Dengan demikian, yang dimaksud dengan product liability adalah suatu tanggung jawab secara hukum dari orang atau badan yang menghasilkan suatu produk (producer, manufacture) atau dari orang atau badan yang bergerak dalam suatu proses untuk menghasilkan suatu produk (Processor, assembler) atau orang atau badan yang menjual atau mendistribusikan produk tersebut.
Bahkan dilihat dari konvensi tentang product liability diatas, berlakunya konversi tersebut diperluas terhadap orang atau badan yang terlibat dalam rangkaian komersial tentang persiapan atau penyebaran dari produk, termasuk para pengusaha, bengkel dan pergudangan. Demikian juga dengan para agen dan pekerja dari badan-badan usaha diatas. Tanggung jawab tersebut sehubungan dengan produk yang cacat sehingga menyebabkan kerugian bagi pihak lain (konsumen), baik kerugian badaniah, kematian maupun harta benda.Seperti dikemukakan diatas, bahwa jika dilihat secara sepintas, kelihatan bahwa apa yang diatur dengan ketentuan product liability telah diatur pula dalam KUHPerdata. Hanya saja jika kita menggunakan KUHPerdata, maka bila seorang konsumen menderita kerugian ingin menuntut pihak produsen (termasuk pedagang, grosir, distributor dan agen), maka pihak korban tersebut akan menghadapi beberapa kendala yang akan menyulitkannya untuk memperoleh ganti rugi.
Kesulitan tersebut adalah pihak konsumen harus membuktikan ada unsur kesalahan yang dilakukan oleh pihak produsen. Jika konsumen tidak berhasil membuktikan kesalahan produsen, maka gugatan konsumen akan gagal. Oleh karena berbagai kesulitan yang dihadapi oleh konsumen tersebut, maka sejak tahun 1960-an, di Amerika Serikat diberlakukan prinsip tanggung jawab mutlak (strict liability principle).
Dengan diterapkannya prinsip tenggung jawab mutlak ini, maka setiap konsumen yang merasa dirugikan akibat produk atau barang yang cacat atau tidak aman dapat menuntut kompensasi tanpa harus mempermasalahkan ada atau tidak adanya unsur kesalahan dipihak produsen.
12.8. Sanksi
1. Sanksi-Sanksi Pelaku Usaha
Sanksi bagi pelaku usaha menurut Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, yaitu:
a. Sanksi perdata
Ganti rugi dalam bentuk:
v Pengembalian uang
v Penggantian barang
v Perawatan kesehatan
v Pemberian santunan
Ganti rugi diberikan dalam tenggang waktu 7 hari setelah tanggal transaksi
Sanksi administrasi:
Maksimal Rp 200.000.000 (Dua Ratus Juta Rupiah), melalui BPSK jika melanggar Pasal 19 ayat (2) dan (3), 20, 25
b. Sanksi pidana
Kurungan:
v Penjara 5 tahun atau denda Rp 2.000.000.000 (Dua Milyar Rupiah) pasal 8, 9, 10, 13 ayat (2), 15, 17 ayat (1) huruf a, b, c, dan e dan pasal 18
v Penjara 2 tahun atau denda Rp 500.000.000 (Lima Ratus Juta Rupiah) pasal 11, 12, 13 ayat (1), 14, 16 dan 17 ayat (1) huruf d dan f
Ketentuan pidana lain (diluar Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen) jika konsumen luka berat, sakit berat, cacat tetap atau kematian. Hukuman tambahan, antara lain:
v Pengumuman keputusan hakim
v Pencabutan izin usaha
v Dilarang memperdagangkan barang dan jasa
v Wajib menarik dari peredaran barang dan jasa
v Hasil pengawasan disebarluaskan kepada masyarakat
Kewajiban-kewajiban pelaku usaha juga sangat erat kaitannya dengan larangan dan tanggung jawab pelaku usaha.
12.5. Perbuatan Yang Dilarang Bagi Pelaku Usaha
Adapun perbuatan yang dilarang bagi pelaku usaha, yaitu:
1. Pelaku usaha dilarang memperdagangkan barang dan atau jasa yang:
a. Tidak sesuai dengan:
§ Standar yang dipersyaratkan;
§ Peraturan yang berlaku;
§ Ukuran, takaran, timbangan dan jumlah yang sebenarnya.
b. Tidak sesuai dengan pernyataan dalam label, etiket dan keterangan lain mengenai barang dan atau jasa yang menyangkut:
§ Berat bersih;
§ Isi bersih dan jumlah dalam hitungan;
§ Kondisi, jaminan, keistimewaan atau kemanjuran;
§ Mutu, tingkatan, komposisi;
§ Proses pengolahan;
§ Gaya, mode atau penggunaan tertentu;
§ Janji yang diberikan.
c. Tidak mencantumkan:
§ Tanggal kadaluarsa atau jangka waktu penggunaan atau pemanfaatan paling baik atas barang tertentu;
§ Informasi dan petunjuk penggunaan dalam bahasa Indonesia sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
d. Tidak mengikuti ketentuan berproduksi secara halal sebagaimana pernyataan “halal” yang dicantumkan dalam label.
e. Tidak memasang label atau membuat penjelasan yang memuat:
§ Nama barang;
§ Ukuran, berat atau isi bersih, komposisi;
§ Tanggal pembuatan;
§ Aturan pakai;
§ Akibat sampingan;
§ Nama dan alamat pelaku usaha;
§ Keterangan penggunaan lain yang menurut ketentuan harus dipasang atau dibuat.
f. Rusak, cacat atau bekas dan tercemar (terutama sediaan Farmasi dan Pangan), tanpa memberikan informasi secara lengkap dan benar.
2. Dilarang menawarkan, mempromosikan, mengiklankan barang dan atau jasa:
a. Secara tidak benar dan atau seolah-olah barang tersebut:
§ Telah memenuhi standar mutu tertentu, potongan harga atau harga khusus, gaya atau mode tertentu, sejarah atau guna tertentu.
§ Dalam keadaan baik atau baru, tidak mengandung cacat, berasal dari daerah tertentu, merupakan kelengkapan dari barang tertentu.
b. Secara tidak benar dan seolah-olah barang dan atau jasa tersebut:
§ Telah mendapatkan atau memiliki sponsor, persetujuan, perlengkapan tertentu, keuntungan tertentu, ciri-ciri kerja atau aksesoris tertentu.
§ Dibuat perusahaan yang mempunyai sponsor, persetujuan atau afiliasi.
§ Telah tersedia bagi konsumen.
c. Langsung atau tidak langsung merendahkan barang dan atau jasa lain.
d. Menggunakan kata-kata berlebihan, secara aman, tidak berbahaya, tidak mengandung resiko atau efek samping tanpa keterangan lengkap.
e. Menawarkan sesuatu yang mengandung janji yang belum pasti.
f. Dengan harga atau tarif khusus dalam waktu dan jumlah tertentu, jika bermaksud tidak melaksanakan.
g. Dengan menjanjikan hadiah cuma-cuma, dengan maksud tidak memberikannya atau memberikan tetapi tidak sesuai dengan janji.
h. Dengan menjanjikan hadiah barang dan atau jasa lain, untuk obat-obat tradisional, suplemen makanan, alat kesehatan dan jasa pelayanan kesehatan.
3. Dalam menawarkan barang dan atau jasa untuk diperdagangkan dilarang mempromosikan, mengiklankan atau membuat pernyataan tidak benar atau menyesatkan mengenai:
a. Harga atau tarif dan potongan harga atau hadiah menarik yang ditawarkan.
b. Kondisi, tanggungan, jaminan, hak atau ganti rugi atas barang dan atau jasa.
c. Kegunaan dan bahaya penggunaan barang dan atau jasa.
4. Dalam menawarkan barang dan atau jasa untuk diperdagangkan dengan memberikan hadiah dengan cara undian dilarang:
a. Tidak melakukan penarikan hadiah setelah batas waktu dijanjikan.
b. Mengumumkan hasilnya tidak melalui media massa.
c. Memberikan hadiah tidak sesuai janji dan atau menggantikannya dengan hadiah yang tidak setara dengan nilai hadiah yang dijanjikan.
5. Dalam menawarkan barang dan atau jasa, dilarang melakukan cara pemaksaan atau cara lain yang dapat menimbulkan gangguan kepada konsumen baik secara fisik maupun psikis.
6. Dalam hal penjualan melalui obral atau lelang, dilarang menyesatkan dan mengelabui konsumen dengan:
a. Menyatakan barang dan atau jasa tersebut seolah-olah memenuhi standar mutu tertentu dan tidak mengandung cacat tersembunyi.
b. Tidak berniat menjual barang yang ditawarkan, melainkan untuk menjual barang lain.
c. Tidak menyediakan barang dan atau jasa dalam jumlah tertentu atau cukup dengan maksud menjual barang lain.
d. Menaikan harga sebelum melakukan obral.
12.6. Klausula Baku Dalam Perjanjian
Klausula baku adalah setiap syarat dan ketentuan yang telah disiapkan dan ditetapkan terlebih dahulu secara sepihak oleh pengusaha yang dituangkan dalam suatu dokumen atau perjanjian yang mengikat dan wajib dipenuhi oleh konsumen. Memang klausula baku potensial merugikan konsumen karena tak memiliki pilihan selain menerimanya. Namun di sisi lain, harus diakui pula klausula baku sangat membantu kelancaran perdagangan. Sulit membayangkan jika dalam banyak perjanjian atau kontrak sehari-hari kita selalu harus menegosiasikan syarat dan ketentuannya. Di dalam Pasal 18 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999, pelaku usaha dalam menawarkan barang dan atau jasa yang ditujukan untuk diperdagangkan dilarang membuat atau mencantumkan klausula baku pada setiap dokumen dan atau perjanjian, antara lain:
1. Menyatakan pengalihan tanggung jawab pelaku usaha;
2. Menyatakan bahwa pelaku usaha berhak menolak penyerahan kembali barang yang dibeli konsumen;
3. Menyatakan bahwa pelaku usaha berhak menolak penyerahan kembali uang yang dibayarkan atas barang dan atau jasa yang dibeli konsumen;
4. Menyatakan pemberian kuasa dari konsumen kepada pelaku usaha baik secara langsung maupun tidak langsung untuk melakukan segala tindakan sepihak yang berkaitan dengan barang yang dibeli konsumen secara angsuran;
5. Mengatur perihal pembuktian atas hilangnya kegunaan barang atau pemanfaatan jasa yang dibeli oleh konsumen;
6. Memberi hak kepada pelaku usaha untuk mengurangi manfaat jasa atau mengurangi harta kekayaan konsumen yang menjadi objek jual beli jasa;
7. Menyatakan tunduknya konsumen kepada peraturan yang berupa aturan baru, tambahan, lanjutan dan atau pengubahan lanjutan yang dibuat sepihak oleh pelaku usaha dalam masa konsumen memanfaatkan jasa yang dibelinya;
8. Menyatakan bahwa konsumen memberi kuasa kepada pelaku usaha untuk pembebanan hak tanggungan, hak gadai, atau hak jaminan terhadap barang yang dibeli oleh konsumen secara angsuran.
Pelaku usaha dilarang mencantumkan klausula baku yang letak atau bentuknya sulit terlihat atau tidak dapat dibaca secara jelas atau yang pengungkapannya sulit dimengerti sebagai konsekuensinya setiap klausula baku yang telah ditetapkan oleh pelaku usaha dalam dokumen atau perjanjian yang memenuhi ketentuan sebagaimana diatas telah dinyatakan batal demi hukum. Oleh karena itu, pelaku usaha diwajibkan untuk menyesuaikan klausula baku yang dibuatnya yang bertentangan dengan undang-undang.
12.7. Tanggung Jawab Pelaku Usaha
Hukum tentang tanggung jawab produk ini termasuk dalam perbuatan melanggar hukum tetapi diimbuhi dengan tanggung jawab mutlak (strict liability), tanpa melihat apakah ada unsur kesalahan pada pihak pelaku. Dalam kondisi demikian terlihat bahwa adagium caveat emptor (konsumen bertanggung jawab telah ditinggalkan) dan kini berlaku caveat venditor (pelaku usaha bertanggung jawab).Istilah Product Liability (Tanggung Jawab Produk) baru dikenal sekitar 60 tahun yang lalu dalam perasuransian Amerika Serikat, sehubungan dengan dimulainya produksi bahan makanan secara besar-besaran. Baik kalangan produsen (Producer and manufacture) maupun penjual (seller, distributor) mengasuransikan barang-barangnya terhadap kemungkinan adanya resiko akibat produk-produk yang cacat atau menimbulkan kerugian terhadap konsumen.
Produk secara umum diartikan sebagai barang yang secara nyata dapat dilihat, dipegang (tangible goods), baik yang bergerak maupun yang tidak bergerak. Namun dalam kaitan dengan masalah tanggung jawab produser (Product Liability) produk bukan hanya tangible goods tapi juga termasuk yang bersifat intangible seperti listrik, produk alami (misalnya makanan binatang piaraan dengan jenis binatang lain), tulisan (misalnya peta penerbangan yang diproduksi secara massal), atau perlengkapan tetap pada rumah real estate (misalnya rumah). [1] selanjutnya, termasuk dalam pengertian produk tersebut tidak semata-mata suatu produk yang sudah jadi secara keseluruhan, tapi juga termasuk komponen suku cadang.
Tanggung jawab produk (product liability), menurut Hursh bahwa product liability is the liability of manufacturer, processor or non-manufacturing seller for injury to the person or property of a buyer third party, caused by product which has been sold. Perkins Coie juga menyatakan Product Liability: the liability of the manufacturer or others in the chain of distribution of a product to a person injured by the use of product. [2]
Dengan demikian, yang dimaksud dengan product liability adalah suatu tanggung jawab secara hukum dari orang atau badan yang menghasilkan suatu produk (producer, manufacture) atau dari orang atau badan yang bergerak dalam suatu proses untuk menghasilkan suatu produk (Processor, assembler) atau orang atau badan yang menjual atau mendistribusikan produk tersebut.
Bahkan dilihat dari konvensi tentang product liability diatas, berlakunya konversi tersebut diperluas terhadap orang atau badan yang terlibat dalam rangkaian komersial tentang persiapan atau penyebaran dari produk, termasuk para pengusaha, bengkel dan pergudangan. Demikian juga dengan para agen dan pekerja dari badan-badan usaha diatas. Tanggung jawab tersebut sehubungan dengan produk yang cacat sehingga menyebabkan kerugian bagi pihak lain (konsumen), baik kerugian badaniah, kematian maupun harta benda.Seperti dikemukakan diatas, bahwa jika dilihat secara sepintas, kelihatan bahwa apa yang diatur dengan ketentuan product liability telah diatur pula dalam KUHPerdata. Hanya saja jika kita menggunakan KUHPerdata, maka bila seorang konsumen menderita kerugian ingin menuntut pihak produsen (termasuk pedagang, grosir, distributor dan agen), maka pihak korban tersebut akan menghadapi beberapa kendala yang akan menyulitkannya untuk memperoleh ganti rugi.
Kesulitan tersebut adalah pihak konsumen harus membuktikan ada unsur kesalahan yang dilakukan oleh pihak produsen. Jika konsumen tidak berhasil membuktikan kesalahan produsen, maka gugatan konsumen akan gagal. Oleh karena berbagai kesulitan yang dihadapi oleh konsumen tersebut, maka sejak tahun 1960-an, di Amerika Serikat diberlakukan prinsip tanggung jawab mutlak (strict liability principle).
Dengan diterapkannya prinsip tenggung jawab mutlak ini, maka setiap konsumen yang merasa dirugikan akibat produk atau barang yang cacat atau tidak aman dapat menuntut kompensasi tanpa harus mempermasalahkan ada atau tidak adanya unsur kesalahan dipihak produsen.
12.8. Sanksi
1. Sanksi-Sanksi Pelaku Usaha
Sanksi bagi pelaku usaha menurut Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, yaitu:
a. Sanksi perdata
Ganti rugi dalam bentuk:
v Pengembalian uang
v Penggantian barang
v Perawatan kesehatan
v Pemberian santunan
Ganti rugi diberikan dalam tenggang waktu 7 hari setelah tanggal transaksi
Sanksi administrasi:
Maksimal Rp 200.000.000 (Dua Ratus Juta Rupiah), melalui BPSK jika melanggar Pasal 19 ayat (2) dan (3), 20, 25
b. Sanksi pidana
Kurungan:
v Penjara 5 tahun atau denda Rp 2.000.000.000 (Dua Milyar Rupiah) pasal 8, 9, 10, 13 ayat (2), 15, 17 ayat (1) huruf a, b, c, dan e dan pasal 18
v Penjara 2 tahun atau denda Rp 500.000.000 (Lima Ratus Juta Rupiah) pasal 11, 12, 13 ayat (1), 14, 16 dan 17 ayat (1) huruf d dan f
Ketentuan pidana lain (diluar Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen) jika konsumen luka berat, sakit berat, cacat tetap atau kematian. Hukuman tambahan, antara lain:
v Pengumuman keputusan hakim
v Pencabutan izin usaha
v Dilarang memperdagangkan barang dan jasa
v Wajib menarik dari peredaran barang dan jasa
v Hasil pengawasan disebarluaskan kepada masyarakat
0 komentar:
Posting Komentar