Kamis, 25 Juni 2015

PENYELESAIAN SENGKETA EKONOMI

0

14.1. Pengertian Sengketa
Sengketa adalah perilaku pertentangan antara kedua orang atau lembaga atau lebih yang menimbulkan suatu akibat hukum dan karenanya dapat diberikan sanksi hukum bagi salah satu diantara keduanya.
14.2. Cara-Cara Penyelesaian Sengketa
Sengketa dapat diselesaikan dengan berbagai cara diantaranya:
a. Negosiasi
b. Mediasi
c. Arbitrasi
d. Konsiliasi
e. Enquiry (penyelidikan)
f. Pengadilan
14.3. Negosiasi
Negosiasi adalah suatu bentuk pertemuan antara dua pihak: pihak kita dan pihak lawan dimana kedua belah pihak bersama-sama mencari hasil yang baik, demi kepentingan kedua belah pihak.
14.4. Mediasi
Mediasi adalah proses penyelesaian sengketa melalui proses perundingan atau mufakat para pihak dengan dibantu oleh mediator yang tidak memiliki kewenangan memutus atau memaksakan sebuah penyelesaian.
14.5. Arbitrase
Arbitrase adalah kekuasaan untuk menyelesaikan sesuatu perkara menurut kebijaksanaan.
14.6. Perbandingan Antara Perundingan, Arbitrase, Dan Ligitasi
Perbedaan antara perundingan, arbitrase, dan ligitasi ialah sebagai berikut:
– Perundingan ialah tindakan atau proses menawar untuk meraih tujuan atau kesepakatan yang bisa diterima.
– Arbitrase merupakan kekuasaan untuk menyelesaikan sesuatu perkara menurut kebijaksanaan.
– Ligitasi adalah proses dimana seorang individu atau badan membawa sengketa, kasus ke pengadilan atau pengaduan dan penyelesaian tuntutan atau penggantian atas kerusakan.
Jadi perbandingan diantara ketiganya ini merupakan tahapan dari suatu penyelesaian pertikaian. Tahap pertama terlebih dahulu melakukan perundingan diantara kedua belah pihak yang bertikai, kedua ialah ke jalan Arbitrase ini di gunakan jika kedua belah pihak tidak bisa menyelesaikan pertikaian yang ada oleh sebab itu memerlukan pihak ketiga. Ketiga ialah tahap yang sudah tidak bisa diselesaikan dengan menggunakan pihak ketiga oleh sebab ini mereka membutuhkan hokum atau pengadilan untuk menyelesaikan pertikaian yang ada.
Sumber:
http://putri7710.blogspot.com/2013_05_01_archive.html
http://putri7710.blogspot.com/2013/05/aspek-hukum-anti-monopoli-dan.html
http://putri7710.blogspot.com/2013/05/aspek-hukum-penyelesaian-sengketa.html
http://www.anneahira.com/artikel-umum/perlindungan-konsumen.html

ANTI MONOPOLI DAN PERSAINGAN TIDAK SEHAT

0

13.1. Pengertian
Pasar monopoli adalah suatu bentuk pasar dimana hanya terdapat satu penjual yang menguasai pasar. Penentu harga pada pasar ini adalah seorang penjual atau sering disebut sebagai “monopolis”. Sebagai penentu harga (price-maker), seorang monopolis dapat menaikan atau mengurangi harga dengan cara menentukan jumlah barang yang akan di produksi; semakin sedikit barang yang diproduksi, semakin mahal harga barang tersebut, begitu pula sebaliknya. Walaupun demikian, penjual juga memiliki suatu keterbatasan dalam penetapan harga. Apabila penetapan harga terlalu mahal, maka orang akan menunda pembelian atau berusaha mencari atau membuat barang subtitusi (pengganti) produk tersebut.
13.2. Azas dan Tujuan
Azas
Pelaku usaha di Indonesia dalam menjalankan kegiatan usahanya berasaskan demokrasi ekonomi dengan memperhatikan keseimbangan antara kepentingan pelaku usaha dan kepentingan umum.
Tujuan
Undang-Undang (UU) persaingan usaha adalah Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat (UU No.5/1999) yang bertujuan untuk memelihara pasar kompetitif dari pengaruh kesepakatan dan konspirasi yang cenderung mengurangi dan atau menghilangkan persaingan. Kepedulian utama dari UU persaingan usaha adalah promoting competition dan memperkuat kedaulatan konsumen.
13.3. Kegiatan Yang Dilarang
Dalam UU No.5/1999, kegiatan yang dilarang diatur dalam pasal 17 ampai dengan pasal 24. Undang-undang ini tidak memberikan definisi kegiatan, seperti halnya perjanjian. Namun demikian, dari kata “kegiatan” kita dapat menyimpulkan bahwa yang dimaksud dengan kegiatan disini adalah aktivitas, tindakan secara sepihak. Bila dalam perjanjian yang dilarang merupakan perbuatan hukum dua pihak maka dalam kegiatan yang dilarang adalah merupakan perbuatan hukum sepihak.
Adapun kegiatan-kegiatan yang dilarang tersebut yaitu:
1. Monopoli
Adalah penguasaan atas produksi dan atau pemasaran barang dan atau atas penggunaan jasa tertentu oleh satu pelaku usaha atau satu kelompok pelaku usaha.
2. Monopsoni
Adalah situasi pasar dimana hanya ada satu pelaku usaha atau kelompok pelaku usaha yang menguasai pangsa pasar yang besar yang bertindak sebagai pembeli tunggal, sementara pelaku usaha atau kelompok pelaku usaha yang bertindak sebagai penjual jumlahnya banyak.
3. Penguasaan Pasar
Di dalam UU No. 5/1999 Pasal 19, bahwa kegiatan yang dilarang dilakukan pelaku usaha yang dapat mengakibatkan terjadinya penguasaan pasar yang merupakan praktik monopoli atau persaingan usaha tidak sehat yaitu:
a. Menolak dan atau menghalangi pelaku usaha tertentu untuk melakukan kegiatan usaha yang sama pada pasar yang bersangkutan;
b. Menghalangi konsumen atau pelanggan pelaku usaha pesaingnya untuk tidak melakukan hubungan usaha dengan pelaku usaha pesaingnya;
c. Membatasi peredaran dan atau penjualan barang dan atau jasa pada pasar bersangkutan;
d. Melakukan praktik diskriminasi terhadap pelaku usaha tertentu.
4. Persekongkolan
Adalah bentuk kerjasama yang dilakukan oleh pelaku usaha dengan pelaku usaha lain dengan maksud untuk menguasai pasar bersangkutan bagi kepentingan pelaku usaha yang bersekongkol (pasal 1 angka 8 UU No. 5/1999)
5. Posisi Dominan
Artinya pengaruhnya sangat kuat, dalam pasal 1 angka 4 undang-undang Nomor 5 Tahun 1999 menyebutkan posisi dominan merupakan suatu keadaan dimana pelaku usaha tidak mempunyai pesaing yang berarti di pasar bersangkutan dalam kaitan dengan pangsa yang dikuasai atau pelaku usaha mempunyai posisi tertinggi diantara pesaingnya dipasar bersangkutan dalam kaitan dengan kemampuan keuangan, kemampuan akses pada pasokan, penjualan, serta kemampuan untuk menyesuaikan pasokan dan permintaan barang atau jasa tertentu.
6. Jabatan Rangkap
Dalam pasal 26 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 dikatakan bahwa seorang yang menduduki jabatan sebagai direksi atau komisaris dari suatu perusahaan, pada waktu yang bersamaan dilarang merangkap menjadi direksi atau komisaris pada perusahaan lain.
7. Pemilikan Saham
Berdasarkan pasal 27 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 dikatakan bahwa pelaku usaha dilarang memiliki saham mayoritas pada beberapa perusahaan sejenis, melakukan kegiatan usaha dalam bidang sama pada saat bersangkutan yang sama atau mendirikan beberapa perusahaan yang sama.
8. Penggabungan, Peleburan, dan Pengambil Alihan
Dalam pasal 28 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999, mengatakan bahwa pelaku usaha yang berbadan hukum maupun yang bukan berbadan hukum yang menjalankan perusahaan bersifat tetap dan terus menerus dengan tujuan mencari keuntungan.
13.4. Perjanjian Yang Dilarang
a. Oligopoli
Adalah keadaan pasar dengan produsen dan pembeli barang hanya berjumlah sedikit, sehingga mereka atau seorang dari mereka dapat mempengaruhi harga pasar.
b. Penetapan harga
Dalam rangka penetralisasi pasar, pelaku usaha dilarang membuat perjanjian, antara lain:
1. Perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya untuk menetapkan harga atas barang dan atau jasa yang harus dibayar oleh konsumen atau pelanggan pada pasar bersangkutan yang sama.
2. Perjanjian yang mengakibatkan pembeli yang harus membayar dengan harga yang berbeda dari harga yang harus dibayar oleh pembeli lain untuk barang dan atau jasa yang sama.
3. Perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya untuk meneteapkan harga di bawah harga pasar.
4. Perjanjian dengan pelaku usaha lain yang membuat persyaratan bahwa penerima barang dan atau jasa tidak menjual atau memasok kembali barang dan atau jasa yang diterimanya dengan harga lebih rendah daripada harga yang telah dijanjikan.
c. Pembagian wilayah
Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya yang bertujuan untuk membagi wilayah pemasaran atau alokasi pasar terhadap barang dan atau jasa.
d. Pemboikotan
Pelaku usaha dilarang untuk membuat perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya yang dapat menghalangi pelaku usaha lain untuk melakukan usaha yang sama, baik untuk tujuan pasar dalam negeri maupun pasar luar negeri.
e. Kartel
Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usha pesaingnya yang bermaksud untuk mempengaruhi harga dengan mengatur produksi dan atau pemasaran suatu barang dan atau jasa.
f. Trust
Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha lain untuk melakukan kerjasama dengan membentuk gabungan perusahaan atau perseroan yang lebih besar, dengan tetap menjaga dan mempertahankan kelangsungan hdup tiap-tiap perusahaan atau perseroan anggotanya, yang tujuannya untuk mengontol produksi dan atau pemasaran atas barang dan atau jasa.
g. Oligopsoni
Keadaan dimana dua atau lebih pelaku usaha menguasai penerimaan pasokan atau menjadi pembeli tunggal atas barang dan atau jasa dalam suatu pasar komoditas.
h. Integrasi vertikal
Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha lain yang bertujuan untuk menguasai produksi sejumlah produk termasuk dalam rangkaian produksi barang dan atau jasa tertentu yang mana setiap rangkaian produksi merupakan hasil pengelolaan atau proses lanjutan baik dalam satu rangkaian langsung maupun tidak langsung.
i. Perjanjian tertutup
Pelaku usha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha lain yang memuat persyaratan bahwa pihak yang menerima barang dan atau jasa hanya akan memasok atau tidak memasok kembali barang dan atau jasa tersebut kepada pihak tertentu dan atau pada tempat tertentu.
j. Perjanjian dengan pihak luar negeri
Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pihak luar negeri yang memuat ketentuan yang dapat mengakibatkan terjadinya praktik monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat.
13.5. Hal-Hal Yang Dikecualikan Dalam UU Anti Monopoli
Hal-hal yang dilarang oleh undang-undang anti monopoli adalah sebagai berikut:
1. Perjanjian-perjanjian tertentu yang berdampak tidak baik untuk persaingan pasar, yang terdiri dari:
a. Oligopoli
b. Penetapan harga
c. Pembagian wilayah
d. Pemboikotan
e. Kartel
f. Trust
g. Oligopsoni
h. Integrasi vertikal
i. Perjanjian tertutup
j. Perjanjian dengan pihak luar negeri
2. Kegiatan-kegiatan tertentu yang berdampak tidak baik untuk persaingan pasar, yang meliputi kegiatan-kegiatan sebagai berikut:
a. Monopoli
b. Monopsoni
c. Penguasaan pasar
d. Persekongkolan
3. Posisi dominan, yang meliputi:
a. Pencegahan konsumen untuk memperoleh barang atau jasa yang bersaing
b. Pembatasan pasar dan pengembangan teknologi
c. Menghambat pesaing untuk bisa masuk pasar
d. Jabatan rangkap
e. Pemilikan saham
f. Merger, akuisisi, konsolidasi
13.6. Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU)
Komisi pengawas persaingan usaha (KPPU) adalah sebuah lembaga independen di Indonesia yang dibentuk untuk memenuhi amanat undang-undang No. 5 tahun 1999 tentang larangan praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat.
13.7. Sanksi
Pasal 36 UU Anti Monopoli, salah satu wewenang KPPU adalah melakukan penelitian, penyelidikan dan menyimpulkan hasil penyelidikan mengenai ada tidaknya praktik monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat. Masih dipasal yang sama, KPPU juga berwenang menjatuhkan sanksi administratif kepada pelaku usaha yang melanggar UU Anti Monopoli. Apa saja yang termasuk dalam sanksi administratif diatur dalam Pasal 47 Ayat (2) UU Anti Monopoli. Meski KPPU hanya diberikan kewenangan menjatuhkan sanksi administratif, UU Anti Monopoli juga mengatur mengenai sanksi pidana. Pasal 48 menyebutkan mengenai pidana pokok. Sementara pidana tambahan dijelaskan dalam Pasal 49.
Pasal 48
(1) pelanggaran terhadap ketentuan pasal 4, pasal 9 sampai dengan pasal 14, pasal 16 sampai dengan pasal 19, pasal 25, pasal 27, dan pasal 28 di ancam pidana denda serendah-rendahnya Rp 25.000.000.000 (Dua Puluh Lima Milyar Rupiah) dan setinggi-tingginya Rp 100.000.000.000 (Seratus Milyar Rupiah), atau pidana kurungan pengganti denda selama-lamanya 6 (enam) bulan.
(2) pelanggaran terhadap ketentuan pasal 5 sampai dengan pasal 8, pasal 15, pasal 20 sampai dengan pasal 24, dan pasal 26 Undang-Undang ini di ancam pidana denda serendah-rendahnya Rp 5.000.000.000 (Lima Milyar Rupiah) dan setinggi-tingginya Rp 25.000.000.000 (Dua Puluh Lima Milyar Rupiah), atau pidana kurungan pengganti denda selama-lamanya 5 (lima) bulan.
(3) pelanggaran terhadap ketentuan pasal 41 Undang-Undang ini di ancam pidana denda serendah-rendahnya Rp 1.000.000.000 (Satu Milyar Rupiah) dan setinggi-tingginya Rp 5.000.000.000 (Lima Milyar Rupiah), atau pidana kurungan pengganti denda selama-lamanya 3 (tiga) bulan.
Pasal 49
Dalam menunjuk ketentuan pasal 10 kitab undang-undang hukum pidana, terhadap pidana sebagaimana diatur dalam pasal 48 dapat dijatuhkan pidana tambahan berupa:
a. Pencabutan izin usaha; atau
b. Larangan kepada pelaku usaha yang telah terbukti melakukan pelanggaran terhadap undang-undang ini untuk menduduki jabatan direksi atau komisaris sekurang-kurangnya 2 (dua) tahun dan selama-lamanya 5 (lima) tahun; atau
c. Penghentian kegiatan atau tindakan tertentu yang menyebabkan timbulnya kerugian kepada pihak lain.
Aturan ketentuan di dalam UU Anti Monopoli menjadi aneh lantaran tidak menyebutkan secara tegas siapa yang berwenang melakukan penyelidikan atau penyidikan dalam konteks pidana.

PERLINDUNGAN KONSUMEN

0

Pengertian Perlindungan Konsumen
Perlindungan konsumen adalah segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum untuk memberikan perlindungan kepada konsumen. Pengertian konsumen sendiri adalah orang yang mengkonsumsi barang atau jasa yang tersedia dimasyarakat baik untuk digunakan sendiri ataupun oranglain dan tidak untuk diperdagangkan. Sesuai dengan pasal 3 Undang-undang Perlindungan Konsumen bertujuan untuk, yaitu :
– Meningkatkan kesadaran, kemampuan dan kemandirian konsumen untuk melindungi diri
– Mengangakat derajat dan martabat konsumen dengan cara menghindarkan pemakaian barang atau jas
yang negatif
– Meningkatkan pemberdayaan konsumen dalam memilih, menentukan barang atau jasa dan menuntu
hak-haknya sebagai konsumen
– Menciptakan sistem perlindungan yang mengandung unsur kepastian hukum dan keterbukaan informasi
– Menumbuhkan kesadaran pelaku usaha mengenai pentingnya perlindungan ini sehingga tumbuh sikap yang
jujur dan bertanggung jawab dalam berusaha
Meningkatkan barang atau jasa yang menjamin kelangsungan usaha produksi barang dan jasa, kesehatan, kenyamanan, keamanan dan keselamatan konsumen.
12.1. Pengertian Konsumen
Perlindungan konsumen adalah perangkat hukum yang diciptakan untuk melindungi dan terpenuhinya hak konsumen. Sebagai contoh, para penjual diwajibkan menunjukkan tanda harga sebagai tanda pemberitahuan kepada konsumen.
12.2. Azas dan Tujuan
Asas perlindungan konsumen diselenggarakan sebagai usaha bersama berdasarkan lima asas, yaitu:
a. Asas Manfaat
Adalah segala upaya dalam menyelenggarakan perlindungan konsumen harus memberikan manfaat sebesar-besarnya bagi kepentingan konsumen dan pelaku usaha secara keseluruhan.
b. Asas Keadilan
Adalah memberikan kesempatan kepada konsumen dan pelaku usaha untuk memperoleh haknya dan melaksanakan kewajibannya secara adil.
c. Asas Keseimbangan
Adalah memberikan keseimbangan antara kepentingan konsumen, pelaku usaha, dan pemerintah dalam arti materiil maupun spiritual.
d. Asas Keamanan dan Keselamatan Konsumen
Adalah untuk memberikan jaminan atas keamanan dan keselamatan pada konsumen dalam penggunaan, pemakaian, dan pemanfaatan barang dan atau jasa yang dikonsumsi atau digunakan.
e. Asas Kepastian Hukum
Adalah baik pelaku maupun konsumen mentaati hukum dan memperoleh keadilan dalam penyelenggaraan perlindungan konsumen serta Negara menjamin kepastian hukum.
Tujuan Perlindungan Konsumen
Menurut pasal 3 tentang Perlindungan Konsumen, bertujuan:
a. Meningkatkan kesadaran, kemampuan dan kemandirian konsumen untuk melindungi diri.
b. Mengangkat harkat dan martabat konsumen dengan cara menghindarkannya dari ekses negatif pemakaian barang dan atau jasa.
c. Meningkatkan pemberdayaan konsumen dalam memilih, menentukan, dan menuntut hak-haknya sebagai konsumen.
d. Menciptakan sistem perlindungan konsumen yang mengandung unsur kepastian hukum dan keterbukaan informasi serta akses untuk mendapatkan informasi.
e. Menumbuhkan kesadaran pelaku usaha mengenai pentingnya perlindungan konsumen sehingga tumbuh sikap yang jujur dan bertanggung jawab dalam berusaha.
f. Meningkatkan kualitas barang dan atau jasa yang menjamin kelangsungan usaha produksi barang dan atau jasa, kesehatan, kenyamanan, keamanan, dan keselamatan konsumen.
UU Perlindungan Konsumen Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen Republik Indonesia menjelaskan bahwa hak konsumen diantaranya adalah hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan atau jasa; hak untuk memilih barang dan atau jasa serta mendapatkan barang dan atau jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan; hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif; hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan atau penggantian, apabila barang atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya; dan sebagainya.
12.3. Hak Dan Kewajiban Konsumen
Berdasarkan pasal 4 dan 5 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999, hak dan kewajiban konsumen antara lain sebagai berikut:
a. Hak Konsumen
1. Hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan atau jasa.
2. Hak untuk memilih barang atau jasa serta mendapatkan barang atau jasa.
3. Hak atas informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai barang dan jasa.
4. Hak untuk di dengar pendapat dan keluhannya atas barang dan jasa yang digunakan.
5. Hak untuk mendapatkan advokasi perlindungan konsumen dan upaya penyelesaian sengketa perlindungan secara patut.
6. Hak untuk mendapatkan pembinaan dan pendidikan konsumen.
7. Hak untuk diperlakukan secara benar dan jujur.
8. Hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi atau penggantian apabila barang atau jasa yang diterima tidak sesuai.
9. Hak-hak yang diatur dalam peraturan perundang-undangan lainnya.
b. Kewajiban Konsumen
1. Membaca, mengikuti petunjuk informasi dan prosedur pemakaian.
2. Beritikad baik dalam melakukan transaksi pembelian barang atau jasa.
3. Membayar sesuai dengan nilai tukar yang disepakati.
4. Mengikuti upaya penyesuaian hukum sengketa perlindungan konsumen secara patut.
12.4. Hak Dan Kewajiban Perilaku Usaha
Seperti halnya konsumen, pelaku usaha juga memiliki hak dan kewajiban. Hak pelaku usaha sebagaimana diatur dalam Pasal 6 UUPK adalah:
a. Hak untuk menerima pembayaran yang sesuai dengan kesepakatan mengenai kondisi dan nilai tukar barang dan atau jasa yang diperdagangkan.
b. Hak untuk mendapat perlindungan hukum dari tindakan konsumen yang beritikad tidak baik.
c. Hak untuk melakukan pembelaan diri sepatutnya di dalam penyelesaian hukum sengketa konsumen.
d. Hak untuk rehabilitasi nama baik apabila terbukti secara hukum bahwa kerugian konsumen tidak diakibatkan oleh barang dan atau jasa yang diperdagangkan.
e. Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya.
Bila diperhatikan dengan seksama, tampak bahwa hak dan kewajiban pelaku usaha bertimbal balik dengan hak dan kewajiban konsumen. Ini berarti hak bagi konsumen adalah kewajiban yang harus dipenuhi oleh pelaku usaha. Demikian pula dengan kewajiban konsumen merupkan hak yang akan diterima pelaku usaha. Bila dibandingkan dengan ketentuan umum di Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, tampak bahwa pengaturan UUPK lebih spesifik. Karena di UUPK pelaku usaha selain harus melakukan kegiatan usaha dengan itikad baik, ia juga harus mampu menciptakan iklim usaha yang kondusif, tanpa persaingan yang curang antar pelaku usaha.
Kewajiban-kewajiban pelaku usaha juga sangat erat kaitannya dengan larangan dan tanggung jawab pelaku usaha.
12.5. Perbuatan Yang Dilarang Bagi Pelaku Usaha
Adapun perbuatan yang dilarang bagi pelaku usaha, yaitu:
1. Pelaku usaha dilarang memperdagangkan barang dan atau jasa yang:
a. Tidak sesuai dengan:
§ Standar yang dipersyaratkan;
§ Peraturan yang berlaku;
§ Ukuran, takaran, timbangan dan jumlah yang sebenarnya.
b. Tidak sesuai dengan pernyataan dalam label, etiket dan keterangan lain mengenai barang dan atau jasa yang menyangkut:
§ Berat bersih;
§ Isi bersih dan jumlah dalam hitungan;
§ Kondisi, jaminan, keistimewaan atau kemanjuran;
§ Mutu, tingkatan, komposisi;
§ Proses pengolahan;
§ Gaya, mode atau penggunaan tertentu;
§ Janji yang diberikan.
c. Tidak mencantumkan:
§ Tanggal kadaluarsa atau jangka waktu penggunaan atau pemanfaatan paling baik atas barang tertentu;
§ Informasi dan petunjuk penggunaan dalam bahasa Indonesia sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
d. Tidak mengikuti ketentuan berproduksi secara halal sebagaimana pernyataan “halal” yang dicantumkan dalam label.
e. Tidak memasang label atau membuat penjelasan yang memuat:
§ Nama barang;
§ Ukuran, berat atau isi bersih, komposisi;
§ Tanggal pembuatan;
§ Aturan pakai;
§ Akibat sampingan;
§ Nama dan alamat pelaku usaha;
§ Keterangan penggunaan lain yang menurut ketentuan harus dipasang atau dibuat.
f. Rusak, cacat atau bekas dan tercemar (terutama sediaan Farmasi dan Pangan), tanpa memberikan informasi secara lengkap dan benar.
2. Dilarang menawarkan, mempromosikan, mengiklankan barang dan atau jasa:
a. Secara tidak benar dan atau seolah-olah barang tersebut:
§ Telah memenuhi standar mutu tertentu, potongan harga atau harga khusus, gaya atau mode tertentu, sejarah atau guna tertentu.
§ Dalam keadaan baik atau baru, tidak mengandung cacat, berasal dari daerah tertentu, merupakan kelengkapan dari barang tertentu.
b. Secara tidak benar dan seolah-olah barang dan atau jasa tersebut:
§ Telah mendapatkan atau memiliki sponsor, persetujuan, perlengkapan tertentu, keuntungan tertentu, ciri-ciri kerja atau aksesoris tertentu.
§ Dibuat perusahaan yang mempunyai sponsor, persetujuan atau afiliasi.
§ Telah tersedia bagi konsumen.
c. Langsung atau tidak langsung merendahkan barang dan atau jasa lain.
d. Menggunakan kata-kata berlebihan, secara aman, tidak berbahaya, tidak mengandung resiko atau efek samping tanpa keterangan lengkap.
e. Menawarkan sesuatu yang mengandung janji yang belum pasti.
f. Dengan harga atau tarif khusus dalam waktu dan jumlah tertentu, jika bermaksud tidak melaksanakan.
g. Dengan menjanjikan hadiah cuma-cuma, dengan maksud tidak memberikannya atau memberikan tetapi tidak sesuai dengan janji.
h. Dengan menjanjikan hadiah barang dan atau jasa lain, untuk obat-obat tradisional, suplemen makanan, alat kesehatan dan jasa pelayanan kesehatan.
3. Dalam menawarkan barang dan atau jasa untuk diperdagangkan dilarang mempromosikan, mengiklankan atau membuat pernyataan tidak benar atau menyesatkan mengenai:
a. Harga atau tarif dan potongan harga atau hadiah menarik yang ditawarkan.
b. Kondisi, tanggungan, jaminan, hak atau ganti rugi atas barang dan atau jasa.
c. Kegunaan dan bahaya penggunaan barang dan atau jasa.
4. Dalam menawarkan barang dan atau jasa untuk diperdagangkan dengan memberikan hadiah dengan cara undian dilarang:
a. Tidak melakukan penarikan hadiah setelah batas waktu dijanjikan.
b. Mengumumkan hasilnya tidak melalui media massa.
c. Memberikan hadiah tidak sesuai janji dan atau menggantikannya dengan hadiah yang tidak setara dengan nilai hadiah yang dijanjikan.
5. Dalam menawarkan barang dan atau jasa, dilarang melakukan cara pemaksaan atau cara lain yang dapat menimbulkan gangguan kepada konsumen baik secara fisik maupun psikis.
6. Dalam hal penjualan melalui obral atau lelang, dilarang menyesatkan dan mengelabui konsumen dengan:
a. Menyatakan barang dan atau jasa tersebut seolah-olah memenuhi standar mutu tertentu dan tidak mengandung cacat tersembunyi.
b. Tidak berniat menjual barang yang ditawarkan, melainkan untuk menjual barang lain.
c. Tidak menyediakan barang dan atau jasa dalam jumlah tertentu atau cukup dengan maksud menjual barang lain.
d. Menaikan harga sebelum melakukan obral.
12.6. Klausula Baku Dalam Perjanjian
Klausula baku adalah setiap syarat dan ketentuan yang telah disiapkan dan ditetapkan terlebih dahulu secara sepihak oleh pengusaha yang dituangkan dalam suatu dokumen atau perjanjian yang mengikat dan wajib dipenuhi oleh konsumen. Memang klausula baku potensial merugikan konsumen karena tak memiliki pilihan selain menerimanya. Namun di sisi lain, harus diakui pula klausula baku sangat membantu kelancaran perdagangan. Sulit membayangkan jika dalam banyak perjanjian atau kontrak sehari-hari kita selalu harus menegosiasikan syarat dan ketentuannya. Di dalam Pasal 18 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999, pelaku usaha dalam menawarkan barang dan atau jasa yang ditujukan untuk diperdagangkan dilarang membuat atau mencantumkan klausula baku pada setiap dokumen dan atau perjanjian, antara lain:
1. Menyatakan pengalihan tanggung jawab pelaku usaha;
2. Menyatakan bahwa pelaku usaha berhak menolak penyerahan kembali barang yang dibeli konsumen;
3. Menyatakan bahwa pelaku usaha berhak menolak penyerahan kembali uang yang dibayarkan atas barang dan atau jasa yang dibeli konsumen;
4. Menyatakan pemberian kuasa dari konsumen kepada pelaku usaha baik secara langsung maupun tidak langsung untuk melakukan segala tindakan sepihak yang berkaitan dengan barang yang dibeli konsumen secara angsuran;
5. Mengatur perihal pembuktian atas hilangnya kegunaan barang atau pemanfaatan jasa yang dibeli oleh konsumen;
6. Memberi hak kepada pelaku usaha untuk mengurangi manfaat jasa atau mengurangi harta kekayaan konsumen yang menjadi objek jual beli jasa;
7. Menyatakan tunduknya konsumen kepada peraturan yang berupa aturan baru, tambahan, lanjutan dan atau pengubahan lanjutan yang dibuat sepihak oleh pelaku usaha dalam masa konsumen memanfaatkan jasa yang dibelinya;
8. Menyatakan bahwa konsumen memberi kuasa kepada pelaku usaha untuk pembebanan hak tanggungan, hak gadai, atau hak jaminan terhadap barang yang dibeli oleh konsumen secara angsuran.
Pelaku usaha dilarang mencantumkan klausula baku yang letak atau bentuknya sulit terlihat atau tidak dapat dibaca secara jelas atau yang pengungkapannya sulit dimengerti sebagai konsekuensinya setiap klausula baku yang telah ditetapkan oleh pelaku usaha dalam dokumen atau perjanjian yang memenuhi ketentuan sebagaimana diatas telah dinyatakan batal demi hukum. Oleh karena itu, pelaku usaha diwajibkan untuk menyesuaikan klausula baku yang dibuatnya yang bertentangan dengan undang-undang.
12.7. Tanggung Jawab Pelaku Usaha
Hukum tentang tanggung jawab produk ini termasuk dalam perbuatan melanggar hukum tetapi diimbuhi dengan tanggung jawab mutlak (strict liability), tanpa melihat apakah ada unsur kesalahan pada pihak pelaku. Dalam kondisi demikian terlihat bahwa adagium caveat emptor (konsumen bertanggung jawab telah ditinggalkan) dan kini berlaku caveat venditor (pelaku usaha bertanggung jawab).Istilah Product Liability (Tanggung Jawab Produk) baru dikenal sekitar 60 tahun yang lalu dalam perasuransian Amerika Serikat, sehubungan dengan dimulainya produksi bahan makanan secara besar-besaran. Baik kalangan produsen (Producer and manufacture) maupun penjual (seller, distributor) mengasuransikan barang-barangnya terhadap kemungkinan adanya resiko akibat produk-produk yang cacat atau menimbulkan kerugian terhadap konsumen.
Produk secara umum diartikan sebagai barang yang secara nyata dapat dilihat, dipegang (tangible goods), baik yang bergerak maupun yang tidak bergerak. Namun dalam kaitan dengan masalah tanggung jawab produser (Product Liability) produk bukan hanya tangible goods tapi juga termasuk yang bersifat intangible seperti listrik, produk alami (misalnya makanan binatang piaraan dengan jenis binatang lain), tulisan (misalnya peta penerbangan yang diproduksi secara massal), atau perlengkapan tetap pada rumah real estate (misalnya rumah). [1] selanjutnya, termasuk dalam pengertian produk tersebut tidak semata-mata suatu produk yang sudah jadi secara keseluruhan, tapi juga termasuk komponen suku cadang.
Tanggung jawab produk (product liability), menurut Hursh bahwa product liability is the liability of manufacturer, processor or non-manufacturing seller for injury to the person or property of a buyer third party, caused by product which has been sold. Perkins Coie juga menyatakan Product Liability: the liability of the manufacturer or others in the chain of distribution of a product to a person injured by the use of product. [2]
Dengan demikian, yang dimaksud dengan product liability adalah suatu tanggung jawab secara hukum dari orang atau badan yang menghasilkan suatu produk (producer, manufacture) atau dari orang atau badan yang bergerak dalam suatu proses untuk menghasilkan suatu produk (Processor, assembler) atau orang atau badan yang menjual atau mendistribusikan produk tersebut.
Bahkan dilihat dari konvensi tentang product liability diatas, berlakunya konversi tersebut diperluas terhadap orang atau badan yang terlibat dalam rangkaian komersial tentang persiapan atau penyebaran dari produk, termasuk para pengusaha, bengkel dan pergudangan. Demikian juga dengan para agen dan pekerja dari badan-badan usaha diatas. Tanggung jawab tersebut sehubungan dengan produk yang cacat sehingga menyebabkan kerugian bagi pihak lain (konsumen), baik kerugian badaniah, kematian maupun harta benda.Seperti dikemukakan diatas, bahwa jika dilihat secara sepintas, kelihatan bahwa apa yang diatur dengan ketentuan product liability telah diatur pula dalam KUHPerdata. Hanya saja jika kita menggunakan KUHPerdata, maka bila seorang konsumen menderita kerugian ingin menuntut pihak produsen (termasuk pedagang, grosir, distributor dan agen), maka pihak korban tersebut akan menghadapi beberapa kendala yang akan menyulitkannya untuk memperoleh ganti rugi.
Kesulitan tersebut adalah pihak konsumen harus membuktikan ada unsur kesalahan yang dilakukan oleh pihak produsen. Jika konsumen tidak berhasil membuktikan kesalahan produsen, maka gugatan konsumen akan gagal. Oleh karena berbagai kesulitan yang dihadapi oleh konsumen tersebut, maka sejak tahun 1960-an, di Amerika Serikat diberlakukan prinsip tanggung jawab mutlak (strict liability principle).
Dengan diterapkannya prinsip tenggung jawab mutlak ini, maka setiap konsumen yang merasa dirugikan akibat produk atau barang yang cacat atau tidak aman dapat menuntut kompensasi tanpa harus mempermasalahkan ada atau tidak adanya unsur kesalahan dipihak produsen.
12.8. Sanksi
1. Sanksi-Sanksi Pelaku Usaha
Sanksi bagi pelaku usaha menurut Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, yaitu:
a. Sanksi perdata
Ganti rugi dalam bentuk:
v Pengembalian uang
v Penggantian barang
v Perawatan kesehatan
v Pemberian santunan
Ganti rugi diberikan dalam tenggang waktu 7 hari setelah tanggal transaksi
Sanksi administrasi:
Maksimal Rp 200.000.000 (Dua Ratus Juta Rupiah), melalui BPSK jika melanggar Pasal 19 ayat (2) dan (3), 20, 25
b. Sanksi pidana
Kurungan:
v Penjara 5 tahun atau denda Rp 2.000.000.000 (Dua Milyar Rupiah) pasal 8, 9, 10, 13 ayat (2), 15, 17 ayat (1) huruf a, b, c, dan e dan pasal 18
v Penjara 2 tahun atau denda Rp 500.000.000 (Lima Ratus Juta Rupiah) pasal 11, 12, 13 ayat (1), 14, 16 dan 17 ayat (1) huruf d dan f
Ketentuan pidana lain (diluar Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen) jika konsumen luka berat, sakit berat, cacat tetap atau kematian. Hukuman tambahan, antara lain:
v Pengumuman keputusan hakim
v Pencabutan izin usaha
v Dilarang memperdagangkan barang dan jasa
v Wajib menarik dari peredaran barang dan jasa
v Hasil pengawasan disebarluaskan kepada masyarakat

Hak Atas Kekayaan Intelektual

0

Pengertian Hak Kekayaan Intelektual
Hak Atas Kekayaan Intelektual merupakan hak yang diberikan kepada orang-orang atas hasil dari buah pikiran mereka. Biasanya hak eksklusif tersebut diberikan atas penggunaan dari hasil buah pikiran si pencipta dalam kurun waktu tertentu. HAKI adalah hak yang berasal dari hasil kegiatan kreatif suatu kemampuan daya pikir manusia yang diekspresikan kepada khalayak umum dalam berbagai bentuknya, yang memiliki manfaat serta berguna dalam menunjang kehidupan manusia, juga mempunyai nilai ekonomis.
Tujuan Penerapan HAKI
Setiap hak yang digolongkan ke dalam HAKI harus mendapat kekuatan hukum atas karya atau ciptannya. Untuk itu diperlukan tujuan penerapan HAKI. Berikut ini merupakan tujuan penerapan HAKI:
Antisipasi kemungkinan melanggar HAKI milik pihak lain
Meningkatkan daya kompetisi dan pangsa pasar dalam komersialisasi kekayaan intelektual
Dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan dalam penentuan strategi penelitian, usaha dan industri di Indonesia.
Prinsip-prinsip Hak Kekayaan Intelektual
Prinsip-prinsip Hak atas Kekayaan Intelektual (HaKI) adalah sebagai berikut :
Prinsip Ekonomi
Dalam prinsip ekonomi, hak intelektual berasal dari kegiatan kreatif dari daya pikir manusia yang memiliki manfaat serta nilai ekonomi yang akan member keuntungan kepada pemilik hak cipta.
Prinsip Keadilan
Prinsip keadilan merupakan suatu perlindungan hukum bagi pemilik suatu hasil dari kemampuan intelektual, sehingga memiliki kekuasaan dalam penggunaan hak atas kekayaan intelektual terhadap karyanya.
Prinsip Kebudayaan
Prinsip kebudayaan merupakan pengembangan dari ilmu pengetahuan, sastra dan seni guna meningkatkan taraf kehidupan serta akan memberikan keuntungan bagi masyarakat, bangsa dan Negara.
Prinsip Sosial
Prinsip sosial mengatur kepentingan manusia sebagai warga Negara, sehingga hak yang telah diberikan oleh hukum atas suatu karya merupakan satu kesatuan yang diberikan perlindungan berdasarkan keseimbangan antara kepentingan individu dan masyarakat/ lingkungan.
Dasar Hukum Hak Kekayaan Intelektual di Indonesia
Dalam penetapan HaKI tentu berdasarkan hukum-hukum yang sesuai dengan peraturan yang berlaku. Dasar-dasar hukum tersebut antara lain adalah :
Undang-undang Nomor 7/1994 tentang Pengesahan Agreement Establishing the World Trade Organization (WTO)
Undang-undang Nomor 10/1995 tentang Kepabeanan
Undang-undang Nomor 12/1997 tentang Hak Cipta
Undang-undang Nomor 14/1997 tentang Merek
Undang-undang Nomor 13/1997 tentang Hak Paten
Keputusan Presiden RI No. 15/1997 tentang Pengesahan Paris Convention for the Protection of Industrial Property dan Convention Establishing the World Intellectual Property Organization
Keputusan Presiden RI No. 17/1997 tentang Pengesahan Trademark Law Treaty
Keputusan Presiden RI No. 18/1997 tentang Pengesahan Berne Convention for the Protection of Literary and Artistic Works
Keputusan Presiden RI No. 19/1997 tentang Pengesahan WIPO Copyrights Treaty
Berdasarkan peraturan-peraturan tersebut maka Hak atas Kekayaan Intelektual (HaKI) dapat dilaksanakan. Maka setiap individu/kelompok/organisasi yang memiliki hak atas pemikiran-pemikiran kreatif mereka atas suatu karya atau produk dapat diperoleh dengan mendaftarkannya ke pihak yang melaksanakan, dalam hal ini merupakan tugas dari Direktorat Jenderal Hak-hak Atas Kekayaan Intelektual, Departemen Hukum dan Perundang-undangan Republik Indonesia.
Klasifikasi Hak atas Kekayaan Intelektual
Berdasarkan WIPO hak atas kekayaan intelektual dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu Hak Cipta (copyright), dan Hak Kekayaan Industri (industrial property right). Hak kekayaan industri (industrial property right) adalah hak yang mengatur segala sesuatu tentang milik perindustrian, terutama yang mengatur perlindungan hukum. Hak kekayaan industri (industrial property right) berdasarkan pasal 1 Konvensi Paris mengenai perlindungan hak kekayaan industri tahun 1883 yang telah di amandemen pada tanggal 2 Oktober 1979, meliputi:
a. Paten
b. Merek
c. Varietas Tanaman
d. Rahasia Dagang
e. Desain Industri
f. Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu

SESI EVALUASI, KUIS DAN REVIEW

1

Pembuktian dengan tulisan dilakukan dengan tulisan otentik atau dengan tulisan di bawah tangan.(vide pasal 1867 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (“KUHPerdata”))
Akta otentik adalah akta yang dibuat dan dipersiapkan oleh notaris atau pejabat resmi lainnya (misalnya Camat selaku Pejabat Pembuat Akta Tanah) untuk kepentingan pihak-pihak dalam kontrak,.
Dalam peraturan perundang-undangan disebutkan beberapa jenis kontrak yang harus dilakukan melalui akta otentik dan yang cukup dilakukan melalui akta bawah tangan.
Surat sebagai alat pembuktian tertulis dapat dibedakan dalam akta dan surat bukan akta. Akta dapat dibedakan dalam akta otentik dan akta di bawah tangan. Sesuatu surat untuk dapat dikatakan sebagai akta harus ditandatangani, harus dibuat dengan sengaja dan harus untuk dipergunakan oleh orang untuk keperluan siapa surat itu dibuat. Sehingga surat yang tidak ditandatangani dapat dikategorikan sebagai surat bukan akta (vide Pasal 1869 KUHPerdata). Contoh surat bukan akta adalah tiket, karcis, dan lain sebagainya.
Perbedaan pokok antara akta otentik dengan akta di bawah tangan adalah cara pembuatan atau terjadinya akta tersebut. Suatu akta otentik ialah suatu akta yang dibuat dalam bentuk yang ditentukan undang-undang oleh atau dihadapan pejabat umum yang berwenang untuk itu (seperti Notaris, Hakim, Panitera, Juru Sita, Pegawai Pencatat Sipil),di tempat akta itu dibuat.(vide Pasal 1868 KUHPerdata, Pasal 165 Herziene Indonesisch Reglemen (“HIR”), dan Pasal 285 Rechtsreglement Buitengewesten (“RBg”)). Akta di bawah tangan cara pembuatan atau terjadinya tidak dilakukan oleh dan atau dihadapan pejabat pegawai umum, tetapi cukup oleh pihak yang berkepentingan saja (vide Pasal 1874 KUHPerdata dan Pasal 286 RBg). Contoh dari akta otentik adalah akta notaris, vonis, surat berita acara sidang, proses perbal penyitaan, surat perkawinan, kelahiran, kematian, dan sebagainya, sedangkan akta di bawah tangan contohnya adalah surat perjanjian sewa menyewa rumah, surat perjanjian jual beli, dan sebagainya.
Akta mempunyai fungsi formil (formalitas causa) dan fungsi sebagai alat bukti (probationis causa) Akta sebagai fungsi formil artinya bahwa suatu perbuatan hukum akan menjadi lebih lengkap apabila dibuat suatu akta. Sebagai contoh perbuatan hukum yang harus dituangkan dalam bentuk akta sebagai syarat formil adalah perbuatan hukum disebutkan dalam Pasal 1767 KUHPerdata mengenai perjanjian hutang piutang. Minimal terhadap perbuatan hukum yang disebutkan dalam Pasal 1767 KUHPerdata, disyaratkan adanya akta bawah tangan. Fungsi akta lainnya yang juga merupakan fungsi akta yang paling penting adalah akta sebagai alat pembuktian. Dibuatnya akta oleh para pihak yang terikat dalam suatu perjanjian ditujukan untuk pembuktian di kemudian hari.
Akta otentik merupakan alat pembuktian yang sempurna bagi kedua belah pihak dan ahli warisnya serta sekalian orang yang mendapat hak darinya tentang apa yang dimuat dalam akta tersebut (vide Pasal 165 HIR, Pasal 285 RBg, dan Pasal 1870 KUHPerdata). Akta otentik merupakan bukti yang mengikat yang berarti kebenaran dari hal-hal yang tertulis dalam akta tersebut harus diakui oleh hakim, yaitu akta tersebut dianggap sebagai benar selama kebenarannya itu tidak ada pihak lain yang dapat membuktikan sebaliknya. Sebaliknya, akta di bawah tangan dapat menjadi alat pembuktian yang sempurna terhadap orang yang menandatangani serta para ahli warisnya dan orang-orang yang mendapatkan hak darinya hanya apabila tanda tangan dalam akta di bawah tangan tersebut diakui oleh orang terhadap siapa tulisan itu hendak dipakai. (vide Pasal 1857 KUHPerdata)
Surat kuasa adalah surat pemberian kuasa atau wewenang terhadap seseorang yang dapat dipercaya agar yang bersangkutan dapat bertindak mewakili orang yang memberi kuasa karena orang yang memberi kuasa tidak dapat melaksanakannya sendiri. Dengan demikian, kegunaan surat kuasa adalah sebagai salah satu bukti bahwa orang yang disebutkan namanya di dalam surat kuasa tersebut berhak atau berkewajiban untuk melakukan sesuatu sesuai dengan isi surat kuasa.
Macam-Macam Surat Kuasa
Ada beberapa macam surat kuasa, antara lain surat kuasa perseorangan, surat kuasa kedinasan yang di­keluarkan oleh instansi perusahaan dan surat kuasa istimewa. Surat kuasa perseorangan ialah surat kuasa yang dibuat oleh seseorang kepada orang lain yang dipercayainya untuk melakukan sesuatu guna kepentingan pribadi sang pemberi kuasa. Contoh: surat kuasa untuk mengambil pensiun atau gaji. surat kuasa untuk mengambil barang pesanan, dan sebagainya.
Surat kuasa kedinasan yang dikeluarkan oleh instansi perusahaan ialah surat kuasa yang dibuai oleh suatu instansi/perusahaan atau oleh seorang pejabat/pimpinan yang diberikan kepada bawahannya untuk melakukan atau melaksanakan sesuatu yang ada kaitannya dengan instansi.
Surat kuasa istimewa ialah surat kuasa yang diberikan oleh seseorang kepada pihak lain. misalnya peng­acara, untuk menyelesaikan suatu masalah yang ada kaitannya dengan pengadilan.
Perencanaan Surat Kuasa
Dalam pembuatan surat kuasa perseorangan, hal-hal yang harus dicantumkan adalah:
kata “surat kuasa”;
identitas penting pemberi kuasa dan penerima kuasa, yang antara lain mencakup nama, alamat, pekerjaan.
Dalam pembuatan surat kuasa instansi/perusahaan, hal-hal yang harus dicantumkan adalah:
kata “surat kuasa”.
nama dan alamat lengkap instansi/perusahaan yang mengeluarkan surat kuasa;
nomor surat kuasa;
identitas pemberi kuasa, yang mencakup nama. NIP, jabatan, alamat, pangkai’golongan (bila diperlukan);
identitas penerima kuasa, yang mencakup, nama, NIP, jabatan, alamat, pangkat/golongan (bila diperlukan);
tujuan pemberian kuasa;
tempat, tanggal, bulan dan tahun surat kuasa dibuat;
jangka waktu berlakunya surat kuasa;
tanda tangan, nama jelas, NIP (bila ada) penerima kuasa.
meterai/cap instansi, bila diperlukan.
Dalam pembuatan surat kuasa istimewa, hal-hal yang harus dicantumkan antara lain:
kata “surat kuasa”;
identitas pemberi kuasa, yang mencakup nama, jabatan, alamat;
identitas penerima kuasa, yang mencakup nama. jabatan, alamat:
tujuan pemberian kuasa.
syarat-syarat atau hal-hal yang ada kaitannya dengan pemberian kuasa;
Tanda tangan dan nama terang pemberi kuasa (di sebelah kanan menyinggung meterai) dan penerima kuasa (di sebelah kiri).
Cara Membuat Surat Kuasa
Berikut ini hal-hal yang perlu diperhatikan dalam membuat surat kuasa.
Surat kuasa perseorangan dibuat berhubung yang bersangkutan tidak dapat melaksanakannya sendiri, dan berdasarkan kepercayaan, dan tidak ada unsur paksaan:
Surat kuasa perseorangan tidak memerlukan nomor surat, sedangkan pada surat kuasa instansi harus ada nomornya.
Surat kuasa untuk mengambil gaji. pensiun, atau honorarium hendaknya diberikan kepada orang terdekat (anak, cucu. famili) atau kepada orang yang sangat dipercaya. Dalam hal ini. tidak perlu digunakan meterai atau kertas segel (kecuali bila sudah ada aturan tertentu dari pihak pemberi gaji. pensiun, hono­rarium).
Orang yang memberi kuasa dan yang menerima kuasa harus sudah dewasa serta sehat rohani dan jasmani.
Penyebutan identitas masing-masing harus jelas dalam hal nama. alamat, pekerjaan, dan sepagarnya.
Perlu dijelaskan maksud dan tujuan dari surat kuasa serta masa berlaku surat kuasa tersebut.
Pada surat kuasa perlu dicantumkan tempat dan tanggal surat itu dibuat.
Surat kuasa berlaku sah apabila sudah ditandatangani oleh kedua belah pihak.
Khusus untuk surat kuasa kedinasan harus ada cap stempel dari organisasi/insta\nsi yang bersangkutan.
Nah agar lebih mudah dalam anda membuat surat kuasa saya sudah menyediakan contoh surat kuasa yang baik dan benar.
Contoh Surat Kuasa Perseorangan:

Macam-macam Hak Atas Kekayaan Intelektual

0

Hak Cipta (Copyright)
Hak cipta adalah hak dari pembuat sebuah ciptaan terhadap ciptaannya dan salinannya. Pembuat sebuah ciptaan memiliki hak penuh terhadap ciptaannya tersebut serta salinan dari ciptaannya tersebut. Hak-hak tersebut misalnya adalah hak-hak untuk membuat salinan dari ciptaannya tersebut, hak untuk membuat produk derivatif, dan hak-hak untuk menyerahkan hak-hak tersebut ke pihak lain. Hak cipta berlaku seketika setelah ciptaan tersebut dibuat. Hak cipta tidak perlu didaftarkan terlebih dahulu.
Sebagai contoh, Microsoft membuat sebuah perangkat lunak Windows. Yang berhak untuk membuat salinan dari Windows adalah hanya Microsoft sendiri.
Kepemilikan hak cipta dapat diserahkan secara sepenuhnya atau sebagian ke pihak lain. Sebagai contoh Microsoft menjual produknya ke publik dengan mekanisme lisensi. Artinya Microsoft memberi hak kepada seseorang yang membeli Windows untuk memakai perangkat lunak tersebut. Orang tersebut tidak diperkenankan untuk membuat salinan Windows untuk kemudian dijual kembali, karena hak tersebut tidak diberikan oleh Microsoft. Walaupun demikian seseorang tersebut berhak untuk membuat salinan jika salinan tersebut digunakan untuk keperluan sendiri, misalnya untuk keperluan backup.
Paten (Patent)
Berbeda dengan hak cipta yang melindungi sebuah karya, paten melindungi sebuah ide, bukan ekspresi dari ide tersebut. Pada hak cipta, seseorang lain berhak membuat karya lain yang fungsinya sama asalkan tidak dibuat berdasarkan karya orang lain yang memiliki hak cipta. Sedangkan pada paten, seseorang tidak berhak untuk membuat sebuah karya yang cara bekerjanya sama dengan sebuah ide yang dipatenkan.
Hak Merk
Pengertian Hak Merk berdasarkan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001:
a. Merk adalah tanda yang berupa gambar, nama, kata, huruf-huruf, angka-angka, susunan warna, atau kombinasi dari unsur-unsur tersebut yang memiliki daya pembeda dan digunakan dalam kegiatan perdagangan barang atau jasa (Pasal 1 ayat 1).
b. Merk merupakan tanda yang digunakan untuk membedakan produk (barang atau jasa) tertentu dengan yang lainnya dalam rangka memperlancar perdagangan, menjaga kualitas, dan melindungi produsen dan konsumen.
c. Merk adalah tanda yang berupa gambar, nama, kata, huruf-huruf, angka-angka, susunan warna, atau kombinasi dari unsur-unsur tersebut yang memiliki daya pembeda dan digunakan dalam kegiatan perdagangan barang atau jasa (Pasal 1 Undang-Undang Merk).
Merk Dagang (Trademark)
Merk dagang digunakan oleh pebisnis untuk mengidentifikasikan sebuah produk atau layanan. Merk dagang meliputi nama produk atau layanan, beserta logo, simbol, gambar yang menyertai produk atau layanan tersebut.
Contoh merk dagang misalnya adalah “Kentucky Fried Chicken”. Yang disebut merk dagang adalah urut-urutan kata-kata tersebut beserta variasinya (misalnya “KFC”), dan logo dari produk tersebut. Jika ada produk lain yang sama atau mirip, misalnya “Ayam Goreng Kentucky”, maka itu adalah termasuk sebuah pelanggaran merk dagang.
Merk dagang diberlakukan setelah pertama kali penggunaan merk dagang tersebut atau setelah registrasi. Merk dagang berlaku pada negara tempat pertama kali merk dagang tersebut digunakan atau didaftarkan. Tetapi ada beberapa perjanjian yang memfasilitasi penggunaan merk dagang di negara lain.
Misalnya adalah sistem Madrid.
Sama seperti HAKI lainnya, merk dagang dapat diserahkan kepada pihak lain, sebagian atau seluruhnya. Contoh yang umum adalah mekanisme franchise. Pada franchise, salah satu kesepakatan adalah penggunaan nama merk dagang dari usaha lain yang sudah terlebih dahulu sukses.
Rahasia Dagang (Trade Secret)
Berbeda dari jenis HAKI lainnya, rahasia dagang tidak dipublikasikan ke publik. Sesuai namanya, rahasia dagang bersifat rahasia. Rahasia dagang dilindungi selama informasi tersebut tidak ‘dibocorkan’ oleh pemilik rahasia dagang.
Contoh dari rahasia dagang adalah resep minuman Coca Cola. Untuk beberapa tahun, hanya Coca Cola yang memiliki informasi resep tersebut. Perusahaan lain tidak berhak untuk mendapatkan resep tersebut, misalnya denga n membayar pegawai dari Coca Cola.
Cara yang legal untuk mendapatkan resep tersebut adalah dengan cara rekayasa balik (reverse engineering). Sebagai contoh, hal ini dilakukan oleh kompetitor Coca Cola dengan menganalisis kandungan dari minuman Coca Cola. Hal ini masih legal dan dibenarkan oleh hukum. Oleh karena itu saat ini ada minuman yang rasanya mirip dengan Coca Cola, semisal Pepsi atau RC Cola.
Hak Desain Industri
Hak desain industri yakni perlindungan terhadap kreasi dua atau tiga dimensi yang memiliki nilai estetis untuk suatu rancangan dan spesifikasi suatu proses industri
Sumber :

Bentuk-Bentuk Badan Usaha

0

Beberapa bentuk perusahaan yang dikenal di Indonesia diantaranya perusahaan perseorangan, firma,perusahanan komanditer, perseroan terbatas,BUMN, koperasi. Masing-masing bentuk badan usaha tersebut mempunyai ciri-ciri tersendiri dengan kelemahan dan kelebihannya masing-masing.
  1. Perusahaan Perseorangan, Perusahaan perseorangan adalah badan usaha kepemilikannya dimiliki oleh satu orang. Individu dapat membuat badan usaha perseorangan tanpa izin dan tata cara tententu. Semua orang bebas membuat bisnis personal tanpa adanya batasan untuk mendirikannya. Pada umumnya perusahaan perseorangan bermodal kecil, terbatasnya jenis serta jumlah produksi, memiliki tenaga kerja / buruh yang sedikit dan penggunaan alat produksi teknologi sederhana. Contoh perusahaan perseorangan seperti toko kelontong, tukang bakso keliling, pedagang asongan, dan lain sebagainya.
ciri dan sifat perusahaan perseorangan :
 relatif mudah didirikan dan juga dibubarkan
tanggung jawab tidak terbatas dan bisa melibatkan harta pribadi
tidak ada pajak, yang ada adalah pungutan dan retribusi
seluruh keuntungan dinikmati sendiri
sulit mengatur roda perusahaan karena diatur sendiri
keuntungan yang kecil yang terkadang harus mengorbankan penghasilan yang lebih besar
jangka waktu badan usaha tidak terbatas atau seumur hidup
sewaktu-waktu dapat dipindah tangankan
  1. Firmaadalah suatu bentuk persekutuan bisnis yang terdiri dari dua orang atau lebih dengan nama bersama yang tanggung jawabnya terbagi rata tidak terbatas pada setiap pemiliknya.
ciri dan sifat firma :
  • Apabila terdapat hutang tak terbayar, maka setiap pemilik wajib melunasi dengan harta pribadi.
  • Setiap anggota firma memiliki hak untuk menjadi pemimpin
  • Seorang anggota tidak berhak memasukkan anggota baru tanpa seizin anggota yang lainnya.
  • keanggotaan firma melekat dan berlaku seumur hidup
  • seorang anggota mempunyai hak untuk membubarkan firma
  • pendiriannya tidak memelukan akte pendirian
  • mudah memperoleh kredit usaha
  1. Perusahaan Komanditer/CV/ Commanditaire Vennotschaapadalah suatu bentuk badan usaha bisnis yang didirikan dan dimiliki oleh dua orang atau lebih untuk mencapai tujuan bersama dengan tingkat keterlibatan yang berbeda-beda di antara anggotanya. Satu pihak dalam CV mengelola usaha secara aktif yang melibatkan harta pribadi dan pihak lainnya hanya menyertakan modal saja tanpa harus melibatkan harta pribadi ketika krisis finansial. Yang aktif mengurus perusahaan cv disebut sekutu aktif, dan yang hanya menyetor modal disebut sekutu pasif.
Ciri dan sifat cv :
  • sulit untuk menarik modal yang telah disetor
  • modal besar karena didirikan banyak pihak
  • mudah mendapatkan kridit pinjaman
  • ada anggota aktif yang memiliki tanggung jawab tidak terbatas dan ada yang pasif tinggal menunggu keuntungan
  • relatif mudah untuk didirikan
  • kelangsungan hidup perusahaan cv tidak menentu
  1. Perseroan Terbatas/ PT / Korporasi / Korporat adalah organisasi bisnis yang memiliki badan hukum resmi yang dimiliki oleh minimal dua orang dengan tanggung jawab yang hanya berlaku pada perusahaan tanpa melibatkan harta pribadi atau perseorangan yang ada di dalamnya. Di dalam PT pemilik modal tidak harus memimpin perusahaan, karena dapat menunjuk orang lain di luar pemilik modal untuk menjadi pimpinan. Untuk mendirikan PT / persoroan terbatas dibutuhkan sejumlah modal minimal dalam jumlah tertentu dan berbagai persyaratan lainnya.
Ciri dan sifat PT:
  • kewajiban terbatas pada modal tanpa melibatkan harta pribadi
  • modal dan ukuran perusahaan besar
  • kelangsungan hidup perusahaan pt ada di tangan pemilik saham
  • dapat dipimpin oleh orang yang tidak memiliki bagian saham
  • kepemilikan mudah berpindah tangan
  • mudah mencari tenaga kerja untuk karyawan / pegawai
  • keuntungan dibagikan kepada pemilik modal / saham dalam bentuk dividen
  • kekuatan dewan direksi lebih besar daripada kekuatan pemegang saham
  • sulit untuk membubarkan PT
  • pajak berganda pada pajak penghasilan / pph dan pajak deviden
  • Perseroan Terbatas
Perseroan terbatas merupakan kumpulan orang yang diberi hak dan diakui oleh hukum untuk mencapai tujuan tertentu
Dasar hukum perseroan terbatas diatur dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas yang selanjutnya disebut UUPT.
  • Koperasi
Koperasi adalah perserikatan yang memenuhi keperluan para anggotanya dengan cara menjual barang keperluan sehari-hari para anggotanya dengan harga murah (tidak bermaksud mencari untung). Pembentukan koperasi diatur dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian. Pasal 1 butir 1 koperasi adalah badan hukum yang beranggotakan orang-seorang atau daban hukum koperasi yang melandaskan usahanya berdasarkan prinsip-prinsip koperasi sekaligus sebagai gerakan ekonomi rakyat yang berdasarkan asas kekeluargaan.
a. Jadi, koperasi bertujuan untuk memajukan kesejahteraan para anggotanya pada khususnya dan masyarakat pada umumnya serta ikut membangun tatanan perekonomian nasional dalam rangka mewujudkan masyarakat yang maju, adil, dan makmur berlandaskan Pancasila dan UUD 1945.
  • Yayasan
Yayasan adalah badan hukum yang tidak mempunyai anggota yang dikelola oleh pengurus dan didirikan untuk tujuan sosial. Dalam Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001, yayasan merupakan suatu badan hukum dan untuk dapat menjadi badan hukum wajib memenuhi kriteria dan tersyaratan tertentu, yakni:
1. Yayasan terdiri atas kekayaan yang terpisahkan.
2. Kekayaan yayasan diperuntukkan untuk mencapai tujuan yayasan.
3. Yayasan mempunyai tujuan tertentu di bidang sosial, keagamaan, dan kemanusiaan.
4. Yayasan tidak mempunyai anggota.
Yang termasuk sebagai organ yayasan adalah:
a. Pembina, yaitu organ yayasan yang mempunyai kewenangan dan memegang kekuasaan tertinggi.
b. Pengurus, yaitu organ yayasan yang melaksanakan kepengurusan yayasan. Seorang pengurus harus mampu melakukan perbuatan hukum dan diangkat oleh pembina berdasarkan keputusan rapat pembina.
c. Pengawas, yaitu organ yayasan yang bertugas melakukan pengawasan serta memberi nasihat kepada pengurus dalam menjalankan kegiatan yayasan.
  • Badan Usaha Milik Negara
Ciri-Ciri BUMN:
  • Penguasaan badan usaha dimiliki oleh pemerintah.
  • Pengawasan dilakukan, baik secara hirarki maupun secara fungsional dilakukan oleh pemerintah.
  • Kekuasaan penuh dalam menjalankan kegiatan usaha berada di tangan pemerintah.
  • Pemerintah berwenang menetapkan kebijakan yang berkaitan dengan kegiatan usaha.
  • Semua risiko yang terjadi sepenuhnya merupakan tanggung jawab pemerintah.
  • Untuk mengisi kas negara, karena merupakan salah satu sumber penghasilan negara.
  • Agar pengusaha swasta tidak memonopoli usaha yang menguasai hajat hidup orang banyak.
  • Melayani kepentingan umum atau pelayanan kepada masyarakat.
  • Merupakan lembaga ekonomi yang tidak mempunyai tujuan utama mencari keuntungan, tetapi dibenarkan untuk memupuk keuntungan.
  • Merupakan salah satu stabilisator perekonomian negara.
  • Dapat meningkatkan produktivitas, efektivitas, dan efisiensi serta terjaminnya prinsip-prinsip ekonomi.
  • Modal seluruhnya dimiliki oleh negara dari kekayaan negara yang dipisahkan.
  • Peranan pemerintah sebagai pemegang saham. Bila sahamnya dimiliki oleh masyarakat,besarnya tidak lebih dari 49%, sedangkan minimal 51% sahamnya dimiliki oleh negara.
  • Pinjaman pemerintah dalam bentuk obligasi.
  • Modal juga diperoleh dari bantuan luar negeri.
  • Bila memperoleh keuntungan, maka dimanfaatkan untuk kesejahteraan rakyat.
  • Pinjaman kepada bank atau lembaga keuangan bukan bank.
Di Indonesia, Badan Usaha Milik Negara adalah badan usaha yang sebagian atau seluruh kepemilikannya dimiliki oleh Negara Republik Indonesia. BUMN dapat pula berupa perusahaan nirlabayang bertujuan untuk menyediakan barang atau jasa bagi masyarakat.
Pada beberapa BUMN di Indonesia, pemerintah telah melakukan perubahan mendasar pada kepemilikannya dengan membuat BUMN tersebut menjadi perusahaan terbuka yang sahamnya bisa dimiliki oleh publik. Contohnya adalah PT Telekomunikasi Indonesia Tbk.
Sejak tahun 2001 seluruh BUMN dikoordinasikan pengelolaannya oleh Kementerian BUMN, yang dipimpin oleh seorang Menteri BUMN.
Jenis-Jenis BUMN yang ada di Indonesia adalah:
  1. Perusahaan Perseroan (Persero)
  2. Perusahaan Jawatan (Perjan)
  3. Perusahaan Umum (Perum)
  4. Badan Usaha Milik Daerah (BUMD)
Manfaat BUMN:
  • Memberi kemudahan kepada masyarakat luas dalam memperoleh berbagai alat pemenuhan kebutuhan hidup yang berupa barang atau jasa.
  • Membuka dan memperluas kesempatan kerja bagi penduduk angkatan kerja.
  • Mencegah monopoli pasar atas barang dan jasa yang merupakan kebutuhan masyarakat banyak oleh sekelompok pengusaha swasta yang bermodal kuat.
  • Meningkatkan kuantitas dan kualitas produksi komoditi ekspor sebagai sumber devisa,baik migas maupun non migas.
  • Menghimpun dana untuk mengisi kas negara ,yang selanjutnya dipergunakan untuk memajukan dan mengembangkan perekonomian negara.
Sumber :
luvne.com ayeey.com cicicookies.com mbepp.com kumpulanrumusnya.com.com tipscantiknya.com